FENOMENA PENGEBOMAN, BUAH PEMIKIRAN KHAWARIJ (TERORISME)

on Sabtu, 17 Oktober 2009

(Fatwa Ulama Islam Dunia tentang Bom Bunuh Diri)
Oleh: Lembaga Fatwa Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia (Hai'ah Kibaril Ulama)

Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah.

Pengeboman, yang marak akhir-akhir ini, diyakini sebagai suatu alat perjuangan kelompok tertentu (baik muslim atau non muslim) yang mengatasnamakan ’Jihad’ tapi membabi buta atau radikal. Hanya saja yang dilakukan oleh segelintir orang dari kalangan muslim nampak lebih menonjol sehingga banyak disorot. Timbul pertanyaan, apakah aksi ini memiliki dasar syar’i atau semata-mata salah interpretasi (penafsiran) terhadap nash (dalil) syar’i, yang tentunya berdampak buruk. Berikut fatwa dari Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia, berkenan dengan pengeboman di Riyadh pada waktu lalu, ibu kota Saudi Arabia. Pengambilan peristiwa ini sebagai contoh, karena sebelumnya pernah terjadi peristiwa serupa di Indonesia pada waktu baru-baru ini.
Telah terbit penjelasan dari Hai’ah Kibarul Ulama (Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia) seputar beberapa peristiwa pengeboman yang terjadi di kota Riyadh belakangan ini. Berikut teks penjelasannya:
Segala puji hanyalah bagi Allah sendiri, semoga Shalawat dan Salam atas Nabi terakhir Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, keluarganya dan para shahabatnya.
Amma Ba'du,
Hai'ah Kibarul Ulama telah mengadakan pertemuan khusus pada hari Rabu, tanggal 13 Rabi'ul Awal 1424, yang pertemuan itu membahas mengenai ledakan di kota Riyadh yang terjadi pada hari Senin, tanggal 11 Rabi'ul Awwal, yang peristiwa itu mengakibatkan adanya korban terbunuh, penghancuran, teror dan kerusakan yang ditimbulkannya di masyarakat, baik itu dari kalangan Muslimin dan non muslim.
Sudah diketahui bahwa Syari'ah Islam telah datang untuk melindungi lima hal penting dan melarang untuk melanggar lima hal itu, lima hal itu adalah: 1. Agama, 2. Kehidupan, 3. Harta benda, 4. Kehormatan, 5. Akal budi
Muslimin dilarang untuk melanggar hal tersebut di atas terhadap orang-orang yang berhak dilindungi. Orang-orang tersebut mempunyai hak-hak yang dilindungi berdasar pada syari'ah Islam yakni :
Muslimin, adalah tidak diperbolehkan untuk melanggar hak setiap muslimin atau membunuhnya tanpa adanya sebab yang membolehkannya. Barangsiapa melakukannya, Maka ia telah melakukan dosa besar, bahkan merupakan salah satu dosa besar yang paling besar ! Dan Allah Ta'ala berfirman :
"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, Kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya". (QS An Nisa 93)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, ataubukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruhnya". (QS Al Maidah 32)
Imam Mujahid rahimahullah berkata,"Dosanya (artinya dosanya membunuh seseorang adalah sama beratnya dengan membunuh seluruh umat manusia), ini menunjukkan bahwa besarnya dosa membunuh seseorang tanpa alasan yang dibenarkan".
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rasulullah adalah tidak diperkenankan (untuk ditumpahkan darahnya) kecuali berdasarkan pada tiga hal, (1) balasan karena telah membunuh seseorang (qishash, red), (2) menghukum pezina (rajam, red), (3) seseorang yang meninggalkan agamanya (murtad, red), meninggalkan dari al Jama'ah" (Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafadznya Al Bukhari)


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka melakukan hal tersebut, maka darah mereka dan hartanya adalah dilindungi dariku, kecuali dikarenakan hak Islam atasnya, dengan sebab itu mereka bersama Allah" (Muttafaq 'alaih, dari Ibnu'Umar radhiyallahu 'anhu)
Dan dalam Sunan An Nasa'i, dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Runtuhnya dunia adalah lebih baik di hadapan Allah, daripada membunuh seorang muslim" .
Pada suatu hari Ibnu Umar melihat ke Ka'bah dan berkata (ditujukan pada Ka'bah),"Begitu besarnya kamu, dan begitu besarnya kesucianmu, tapi orang-orang yang beriman itu lebih besar kesuciannya di hadapan Allah dibanding kamu" (Artinya Al Haram itu dilindungi dan aman dari peperangan dan pertumpahan darah, tapi orang-orang yang beriman itu lebih dilindungi dan diamankan dari mengalirnya darah mereka)
Dan nash-nash itu dan yang lainnya menunjukkan tentang kenyataan yang sangat besar bilainya yaitu tentang kesucian darah muslimin, dan dilarang untuk membunuh muslim tanpa adanya alasan yang membenarkannya dari Syari'ah, maka tidak diperbolehkan untuk melanggar setiap muslim tanpa ada alasan (yang dibenarkan Syariat, red).
Usamah bin Zaid berkata "Rasulullah mengutus kita ke Al Huruqa, dan pada pagi harinya kami menyerang mereka dan mengalahkan mereka. Aku dan seseorang dari kalangan Anshar mengikuti salah seorang dari mereka dan ketika kami akan menangkapnya, dia berkata:'La Ilaha Ilallah'.
Demi mendengar hal ini orang dari Anshar itu menahan diri, tapi aku membunuhnya dengan menebasnya dengan pedangku. Ketika kami kembali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang untuk menanyakan hal tersebut dan kemudian berkata,'Wahai Usamah apakah kamu membunuhnya setelah dia berkata 'La Ilaha Ilallah'? Aku (Usamah) berkata,'Tapi dia berkata itu karena dia ingin dirinya selamat'. Beliau mengulang-ngulang pertanyaan ini berkali-kali sampai aku merasa bahwa aku belum pernah masuk Islam sebelumnya"(Muttafaq 'Alaih, dan lafadznya dari Al Bukhari)
Hal ini menunjukkan, dan mengindikasikan dengan sangat jelas, tentang ketinggian nilai dari kehidupan. Riwayat ini menceritakan seorang musyrikin yang ikut berperang dengan kaumnya, dan mereka berjihad melawan kaum musyrikin, dan ketika mereka (Usamah bin Zaid dan seorang dari Anshar) hendak menangkapnya, dia berkata dengan (ungkapan) Tauhid, tapi Usamah bin Zaid membunuhnya, dan menyatakan bahwa apa yang dia katakan itu hanyalah dalam rangka untuk melindungi dari kematiannya, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerima pernyataan dan penjelasan Usamah tentang kondisi sebenarnya. Ini merupakan sesuatu hal yang sangat besar, yang menunjukkan sucinya darah kaum muslimin dan dosa besar bagi siapa saja yang melakukan pembunuhan terhadap kaum muslimin.
Selain dari darah kaum muslimin, maka harta bendanya pun juga dilindungi. Berdasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,"Darahmu dan hartamu adalah suci dari orang lain, seperti sucinya harimu ini, dan sucinya kota kalian (Mekkah), dan bulanmu" (Diriwayatkan oleh Muslim, dan ini adalah merupakan dari khutbah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat hari Arafah, Al Bukhari dan meriwayatkan yang semisalnya pada bab Yaumun Nahr)
Dari sini, maka larangan dari membunuh nyawa yang telah dilindungi tanpa alasan yang diperbolehkan telah jelas. Dari orang-orang yang hidup yang dilindungi selain Muslim adalah:
1. Mereka (non muslim) yang mengadakan perjanjian,
2. Dzimmi,
3. Mereka (non muslim) yang mencari perlindungan dari kaum muslimin.
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash radhiyallahu 'anhuma, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, ,"Barangsiapa yang membunuh seseorang yang telah mempunyai perjanjian dengankaum muslimin, maka dia tidak akan mencium bau surga, walaupun baunya itu tercium dari jarak 40 tahun" (Riwayat Al Bukhari)
Dan terhadap siapa saja yang Waliyul 'Amr (Penguasa/Pemerintah) telah membolehkannya masuk ke wilayahnya dengan perjanjian dan menjanjikan jaminan keamanan baginya, maka hidupnya dan hartanya adalah dilindungi, tidak dibolehkan untuk mengganggunya, dan barangsiapa membunuhnya maka dia adalah sesuai dengan apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Dia tidak akan mencium bau surga". Dan hal ini adalah merupakan peringatan keras terhadap siapa saja yang melawan mereka yang telah mengadakan perjanjian.
Dan telah diketahui bahwa pelindung kaum muslimin adalah satu kesatuan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Darah kaum mukminin adalah satu, dan ada beberapa orang dari mereka yang melindungi keamanan mereka".
Ketika Ummu Hani' memberikan perlindungan pada seorang musyrikin pada tahun penaklukan (Fathu Makkah), maka Ali bin Abi Tahlib ingin membunuhnya, lalu Ummu Hani' pergi ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan tentang hal tersebut, maka Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,"Kami memberikan perlindungan terhadap siapa saja yang kau memberikan perlindungan padanya, wahai Ummu Hani'" (Riwayat Al Bukhari dan Muslim)
Maksudnya disini adalah bahwa seseorang yang masuk ke suatu daerah (muslim) dengan berdasarkan pada perjanjian untuk mendapatkan jaminan keamanannya, atau seseorang yang telah diberikan janji oleh seseorang yang memegang kekuasaan berdasarkan pada adanya maslahah yang dia (pemegang kuasa) lihat dari orang itu, maka tidak diperbolehkan untuk melanggar dan tidak boleh untuk mengganggu hidup dan hartanya.
Dan setelah menjelaskan tentang hal ini dengan sejelas-jelasnya, maka apa yang terjadi yaitu peristiwa pemboman (bom bunuh diri) di kota Riyadh (atau seperti di Indonesia-pent) adalah sesuatu yang dilarang, yang dinul Islam tidak menyetujui hal tersebut, dan hal ini adalah haram berdasarkan pada beberapa hal :
1. Kegiatan ini merupakan pelanggaran terhadap sucinya wilayah muslimin dan hal ini dapat menakut-nakuti siapa saja yang dilindungi dan keamanan didalamnya
2. Kegiatan ini mengandung sifat membunuh orang-orang yang hidup, yang syari'ah Islam melindunginya
3. Kegiatan ini mengakibatkan kerusakan di bumi
4. Kegiatan ini mengandung unsur perusakan harta benda dan apa-apa yang dimiliki, sementara hal itu dilindungi
Dan Hai'ah Kibarul Ulama menjelaskan hal ini dalam rangka memberi peringatan kepada kaum muslimin supaya tidak melakukan penghancuran terhadap hal-hal yang dilarang untuk dihancurkan, dan dalam rangka memberi peringatan kepada kaum muslimin dari usaha-usaha syaithan, yang dia tidak akan pernah berhenti untuk mengganggu hamba Allah sampai dia masuk kepada hal-hal yang merusak, dengan melalui cara-cara yang ekstrim, melampaui batas dalam beramgama, atau tidak senang pada agama, dan menentang aturan agama dan sebaik-baik untuk meminta perindungan adalah Allah. Dan Syaithan tidak akan memperdulikan pada cara apapun selama dia dia (syaithan) dapat menang terhadap hamba Allah, sebab dengan jalan-jalan itu, yaitu ekstrem dan tidak senang pada agama adalah merupakan jalannya syaithan yang dapat membuat seseorang jatuh ke dalam murka dan hukuman dari Ar Rahman (Allah).
Dan apa-apa yang telah dilakukan oleh mereka yang melakukan perbuatan (bom bunuh diri) ini, adalah merupakan usaha membunuh diri-diri mereka sendiri dengan meledakkan diri mereka sendiri, yang perbuatannya itu akan menyebabkan dia secara umum masuk pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salllam, "Barangsiapa membunuh dirinya sendiri di dunia dengan cara apapun, maka Allah akan menghukum dia dengan hal yang sama (yang dia lakukan yang menyebabkan dia terbunuh) di hari kiamat" (Diriwayatkan oleh Abu 'Awanah dalam Mustakhraj- nya, dari Tsabit bin Ad Dhahak radhiyallahu 'anhu)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Dia yang melakukan bunuh diri dengan menikam dirinya dengan besi (pedang) yang ada ditangannya, maka dia akan ditikam dengan pedang dengan pedang itu pada tubuhnya di neraka, dan dia tetap didalamnya (di neraka) selamanya. Dan barangsiapa yang mengambil racun dan membunuh diri dengannya, maka dia akan meminum racun itu di neraka, dan dia tetap berada didalamnya (di neraka) selamanya. Dan barangsiapa melemparkan dirinya dari atas gunung dan membunuh dirinya dengannya, maka dia akan jatuh di dalam neraka, dan dia tetap didalamnya (di neraka) selamanya" (Riwayat Al Bukhari)
Maka ketahuilah, bahwa musuh-musuhmu, dari setiap sisi, telah membentuk umat Islam demi kekuasaan mereka. Mereka bergembira dengan semua cara-cara yang dapat membenarkannya pada kekuasaan merekadi atas umat Islam. Padahal hal itu untuk membenarkan mereka dalam menghina umat Islam, dan mengambil keuntungan dari sumber penghasilan dan kekayaan umat Islam. Maka barangsiapa mendukung mereka dalam mencapai tujuannya itu, dan membukakan untuk mereka jalan kepada kaum muslimin dan wilayahnya, maka dia telah mendukungnya dalam rangka membawa kesusahan di atas kaum muslimin dan dalam rangka menguasai wilayahnya. Ini merupakan perbuatan kesewenang-wenangan yang amat besar.
Maka wajib untuk mendasarkan diri pada ilmu yang didasari oleh Al Qur'an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salaful Ummah, yang hal ini dapat ditemukan di sekolah-sekolah, univeristas-universitas, masjid-masjid dan media informasi lainnya. Seperti juga wajib untuk mendasarkan diri pada 'amar ma'ruf nahi munkar dan saling memberikan nasehat satu sama lain di atas al haq. Hal ini sangat diperlukan, bahkan sangat diperlukan, dan mendakwahkan hal ini pada saat ini lebih diperlukan daripada pada waktu-waktu yang telah lampau. Dan sudah seharusnya para pemuda-pemuda Islam untuk selalu mendasarkan pada pendapat-pendapat yang baik yang berasal dari ulama mereka dan mengambilnya dari mereka, maka mereka akan tahu siapa musuh agama mereka sebenarnya, yang mereka-mereka (musuh agama) itu berusaha keras dalam mencaci maki para pemuda dan Ulama serta penguasa. Sebab dengan hal itu mereka ingin agar kekuatan para pemuda itu lemah dan akhirnya mereka dapat mengambil kendali pada diri-diri para pemuda dengan sangat muda. Oleh karena itu, wajib untuk berhati-hati dari hal itu.
Semoga Allah melindungi setiap orang dari usaha-usaha musuh, dan supaya kaum muslimin takut pada Allah baik secara lahir dan batin, dan selalu beramal shalih, serta benar-benar bertaubat dari segala dosa. Tak ada malapetaka yang akan turun kecuali karena dosa, dan tak ada malapetaka akan dimunculkan kecuali dengan bertaubat. Kami meminta kepada Allah untuk mengembalikan keadaan kaum muslimin, dan menjauhkan wilayah kaum muslimin dari setiap kejahatan dan hal-hal yang tidak disukai. Sholawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.

Hai'ah Kibarul Ulama (Majelis Ulama Senior) MUI-nya Kerajaan Saudi Arabia (KSA)
Diketuai: Al-‘Allamah ‘Abdul-Azeez bin Abdullaah bin Muhammad Aalu ash-Shaykh (Mufti KSA)
Anggota: Asy-Syaikh Salih bin Muhammad al-Lahaidaan; Asy-Syaikh Abdullah bin Sulaiman al-Muni’; Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurahman al-Ghudayan; Asy-Syaikh Dr. Salih bin Saalih al-Fauzaan; Asy-Syaikh Hasan bin Ja’far al-’Atami; Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah as-Subayyil; Asy-Syaikh Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Alus-Syaikh; Asy-Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Badr; Asy-Syaikh Dr. Abdullah bin Muhsin al-Turki; Asy-Syaikh Muhammad bin Zaid as-Sulaiman; Asy-Syaikh Dr. Bakr bin Abdullaah Abu Zaid (tidak hadir karena sakit); Asy-Syaikh Dr. Abdul-Wahhab bin Ibrahim as-Sulaiman (tidak hadir); Asy-Syaikh Dr. Salih bin Abdullah al-Humaid; Asy-Syaikh Dr. Ahmad bin Sair al-Mubaraki; Asy-Syaikh Dr. Abdullaah bin ‘Ali ar-Rukban; Asy-Syaikh Dr. Abdullaah bin Muhammad al-Mutlaq

(Diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Abul-'Abbaas dan Abu 'Iyaad (UK), URL asal http://www.fatwa-online.com/news/0030518.htm. dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dari http://www.darussalaf.or.id)

Tambahan: Masih banyak fatwa-fatwa Ulama Islam tentang bahaya terorisme diantaranya dikeluarkan oleh Al-Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani, Al-’Allamah Asy Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin, Al-Muhaddits Asy Syaikh Muqbil bin Hadi, Asy Syaikh Rabi’ Al Madkhali, Asy Syaikh Shalih Al Fauzan, Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi, Asy Syaih ‘Ubaid Al Jabiri, Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Ar-Râjihiy dan sederet nama-nama besar lainnya --- rahimahumullahu jami’an----. Merekalah para ‘ulama ahlus sunnah wal jama’ah yang pantas untuk dijadikan rujukan umat. Dan Fatwa dari Fadhilatus-Syaikh Dr. Sholeh bin Sa'ad As-Suhaimi Al-Harbi tentang bahaya buku-buku berbau terorisme/pemberontakan yang mangatasnamakan jihad, sebagai berikut:
…Waspadalah terhadap Buku-buku, selebaran-selebaran dan kaset-kaset yang mengajak pada pemikiran khawarij (terorisme/pemberontak), pengkafiran kaum muslimin lebih-lebih kepada para ulama dan pemerintah, di antara buku-buku tersebut adalah:
a. Karya-karya Sayyid Qutb. Buku yang paling berbahayanya, yang di dalamnya terdapat pengkafiran umat dan celaan terhadap sahabat bahkan terhadap para nabi ialah seperti Fi Zhilalil Qur`an, Kutub wa Syakhsiyat, Al-Adalah Al-Ijtima'iyyah, Ma'alim fi Thariq.
b. Buku-buku karya Abul A'la Al-Maududy, buku-buku karya Hasan Al-Banna, Said Hawa, 'Isham Al-'Atthar, Abu Al-Fathi Al-Bayanuni, Muhammad Ali As-Shabuniy, Muhammad Hasan Hanbakah Al-Maidani, Hasan At-Turaby, Al-Hadiby, At-Tilmisani, Ahmad Muhammad Rosyid, Isham Al-Basyir, (juga buku-buku karya DR. Abdullah Azzam Al-Mubarok, Fathi Yakan, Usamah bin Laden (Al-Qaeda), DR. Safar Al Hawali, Salman Al ‘Audah, Aiman Azh Zhawahiri, Mullah Omar.dan buku "Aku Melawan Teroris" karya Imam Samudra, Nurdin M.Top, Buku-buku karya Abu Bakar Ba’asyir, cs, kelompok Jama’ah LDII, Jama’ah Islamiyyah/JI, NII, dll -pent.)
c. Buku-buku dan kaset-kaset Muhammad Surur bin Nayif Zaenal Abidin pendiri / pimpinan Yayasan Al-Muntada –di London-.Wallahu a’lam bish-showab
(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-8 Tahun I: Sya’ban 1430 H/ Juli 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

AL-QUR’AN YANG TERABAIKAN

Oleh: Abu Umair Al-Baganiy



Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah.

Wahai pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, masih segar diingatan kita suatu acara yang cukup besar dan menjadi kebanggaan di daerah kita Kabupaten Rokan Hilir yaitu acara Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat kabupaten. Masing-masing peserta dari beberapa kecamatan di Kabupaten Rohil menunjukkan kebolehan dan kemampuannya. Belum lagi, seluruh lapisan masyarakat ikut menyaksikan dan memeriahkan acara tersebut.
Begitu meriah dan sakralnya acara ini, sampai-sampai tidak hanya kaum muslimin saja yang ikut menyaksikan acara MTQ tersebut, bahkan orang-orang kafir dan musyrik (orang-orang nashrani, orang cina/konghucu, budha) pun sekilas ikut menyaksikan acara tersebut. Namun, sekarang yang menjadi pertanyaan, ”Apakah kalian wahai muslimin, benar-benar sudah mencintai dan menerapkan Al-Qur’an serta menjadikan pedoman dalam kehidupan kalian?” Ataukah ”Al-Qur’an hanya sebagai simbol belaka bahwa kita seorang muslim?”
Pertanyaan inilah yang seharusnya menjadi renungan bagi kita semua, baik itu pemerintah, tokoh masyarakat, para da’i, para pemuda-i dan masyarakat pada umumnya. Semua renungan itu hendaknya direalisasikan dalam segala aspek kehidupan baik di keluarga, masyarakat, dan negara.
Al-Qur’an secara bahasa berarti yang dibaca, yang mengumpulkan. Adapun secara istilah syar’i, Al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah Ta’ala) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, penutup para Nabi yaitu Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wassalam, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas. Allah ’Azza wa Jalla telah mensifatkan Al-Qur’an dengan sifat yang mulia, keagungan, keberkahan, pengaruh dan besar cakupannya. Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah secara berangsur-angsur dengan bahasa Arab sebagai sumber Syariat Islam. Al-Qur’an merupakan sebagai hakim (pemimpin) bagi kitab-kitab sebelumnya dan selalu dipelihara serta di jaga keaslian dan keagungannya oleh Allah Ta’ala dari segala perubahan, penambahan. Pengurangan, maupun penggantian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
”Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS. Al-Hijr: 9)
Begitu agung dan mulianya firman Allah (Al-Qur’an) yang seharusnya menjadi pedoman hidup manusia, terlebih-lebih lagi bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, mencintai Al-Qur’an Al-Karim adalah suatu kewajiban. Mencintai Al-Qur’an adalah meyakini bahwa Al-Qur’an yaitu kalamullah, bukan makhluk, memuliakannya, menjadikannya sebagai pedoman hidup, membelanya, membacanya, menghafalnya, mempelajarinya, memahami ayat-ayat yang terkandung didalamnya, dan mengamalkan nilai-nilai syariat Islam dalam kehidupan kita sehari-hari.
Namun sangat disayangkan, Al-Qur’an yang seharusnya sebagai petunjuk bagi manusia ke jalan yang lurus dan penuh berkah, sebagaimana firman Allah ta’ala,
”Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus”. (QS. Al-Israa’: 9)
”Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah Dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al-An’am: 155)
Sekarang Al-Qur’an hanya sekedar hiburan, nada dering HP, hiasan dinding, diperlombakan, diperjual-belikan, di baca saat ada acara kematian, dan pernikahan, semuanya sekedar dibaca tapi kandungan-kandungan yang ada didalamnya banyak tidak mengetahui dan diabaikan. Ini sungguh menyedihkan.
Marilah kita coba merenungkan dengan kesadaran dan hati yang tulus, Apakah kita sudah bisa membaca Al-Qur’an? Apakah kita sudah membaca Al-Qur’an setiap hari? Apakah kita sudah mempelajari dan menerapkan hukum-hukum dari Al-Qur’an? Sudah berapa banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi perintah dan larangan Allah Ta’ala yang kamu sudah abaikan? Sudah berapa lama kamu tinggalkan Al-Qur’an?
Wahai kaum muslimin, Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk bertauhid kepada-Nya dalam ibadah dan melarang kalian melakukan kesyirikan dan kekufuran di dalam Al-Qur’an (QS. Luqman: 13; QS. An-Nahl: 36; QS. Muhammad: 19, dsb). Justru kenapa masih banyak diantara kalian masih banyak melakukan kesyirikan baik percaya pada dukun, tukang ramal, benda-benda mengandung kekuatan ghaib, thiyarah, jimat-jimat, tempat-tempat keramat, memohon pertolongan kepada orang sudah mati (kuburan), bernadzar dan memberi sesembelihan kepadanya(kepada selain Allah), mempelajari ilmu sihir, percaya dengan cerita khurafat, taat kepada thagut dan sebagainya. Yang lebih parah lagi difasilitasi oleh media masa. Sungguh celakanya kita!
Saudaraku seiman, Rasulullah dimuliakan oleh Allah Ta’ala dan banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an agar untuk dicintai, ditaati dan dijadikan contoh suri tauladan (QS. Al-Fath: 8-9; Qs. An-Nisaa’: 59 dan 115; QS. QS. Al-Hasyr: 7; Al-Ahzab: 21; QS. An-Nur: 63; dll). Namun sangat menyedihkan, banyak orang mengaku cinta kepada Nabi tapi mereka tak mau mentaati Nabi. Mengapa kalian meremehkan perintah dan larangan Beliau, meninggalkan Sunnah dan membudidayakan Bid’ah. Sungguh menyesalnya kalian nanti di akhirat kelak!
Wahai kaum muslimin, Al-Qur’an memerintahkan untuk menegakkan sholat fardhu dan sholat berjama’ah serta mengadzab dengan siksa yang pedih bagi yang meninggalkannya (QS. Al-Ankabut: 45; QS. Al-Baqarah: 138; QS. Al-Maa’un: 4-5; QS. Maryam: 59, dsb). Coba kita lihat, dimasyarakat kita masih banyak yang meninggalkan dan melalaikan sholat fardhu lima waktu apalagi sholat berjama’ah sangat diremehkan. Sungguh meruginya kalian!
Saudaraku se-Islam, Al-Qur’an memerintahkan kalian untuk berpuasa, membayar zakat (sedekah) dan menunaikan haji (QS. Al-Baqarah: 183-184; QS. Ali Imron; 97; QS. Fushshilat: 6-7, dll). Tapi mengapa kalian masih enggan untuk mengamalkan perintah Allah ini padahal kalian mampu untuk melakukannya.
Wahai pembaca, Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an melarang zina, berjudi, mencuri, minum khamr (minuman keras), membunuh, dan akan diberikan adzab yang pedih begi pelakunya (Qs. Al-Isra’: 32; An-Nuur: 2; An-Nisaa’: 39; Al-Maidah: 38, 90-91; dll). Tapi kenapa masih banyak disekitar kita, orang-orang meremehkan larangan Allah ini dan suka dalam melakukannya tanpa rasa takut akan dosa dan adzab Allah yang pedih. Perzinaan menyebar luas dan difasilitasi oleh media masa dan pergaulan bebas anak pun (mis: pacaran, freesex) diizinkan oleh orang tuanya. Mereka tanpa merasa menyesal sedikitpun melakukannya, dan tidak ada inisiatif dari para penguasa/pemerintah untuk memberi hukuman yang keras sesuai hukum Islam (dalam Al-Qur’an) bagi pelaku zina, peminum khamr dan pembunuh.
Wahai saudaraku, Al-Qur’an dengan jelas melaknat dan melarang perbuatan riba dan dijanjikan dengan adzab yang pedih (QS. Ali Imran: 130; Al Baqarah: 275, dll). Tapi mengapa riba berkembang subur ibarat ’jamur muncul dimusim penghujan’ dikalangan masyarakat kita, baik dalam jual-beli, pinjam-meminjam dan lain-lain. Mereka menganggap remeh permasalahan ini dan lebih mengejar kemewahan dunia. Padahal Al-Qur’an melarang riba dan memerintahkan sedekah.


Wahai saudaraku, berdusta, sombong, khianat, ghibah, adu domba, menipu, korupsi dan menyuap adalah sikap dan perbuatan yang dibenci Allah dalam Al-Qur’an (QS. Az-zumar:60; Al-Baqarah: 188, Al-Anfal: 27; dll). Betapa menyedihkan, masih banyak dimasyarakat kita melakukan perbuatan dosa tersebut tanpa merasa penyesalan dan rasa takut sedikitpun. Kemana kejujuran kalian??!! Kemana harga diri kalian mau dibawa??!!
Wahai saudara dan saudariku, Al-Qur’an memerintah para wanita muslimah untuk menutup seluruh tubuhnya dengan jilbab yang longgar, tidak ketat, tidak transparan dan tidak mengandung perhiasan supaya para wanita mudah dikenali sebagai seorang muslimah dan supaya tidak diganggu (QS. Al-Ahzab: 59; QS. An-Nuur: 31). Akan tetapi kenapa para suami dan orang tua membiarkan istri-istri dan anak-anak putrinya berpakaian tapi telanjang menampakkan aurat lagi ber-tabbaruj (berhias) atau berjilbab tapi ’jilbab gaul’ (ketat dan seksi). Sungguh para wanita telanjang ini dan para suami serta orang tua yang membiarkan kemungkaran itu dikeluarganya (dayuts) sangat dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kalian akan adzab Allah yang amat pedih...Cam-kan ini wahai saudaraku!!
Wahai para anak, Al-Qur’an memuliakan para orang tua agar dihormati, dimuliakan dan dilarang durhaka kepadanya (QS. Al-Israa’: 23-24; Luqman: 14, dll). Tapi coba kita lihat, berapa banyak anak-anak menghardik orang tuanya walaupun hanya mengatakan ”Aahh” dan melawan, menelantarkan, mencaci, memukul sampai membunuh orang tuanya yang melahirkan dan merawat kalian dari kecil hingga dewasa. Sungguh durhakanya kalian!!
Wahai saudaraku, Al-Qur’an menyerukan kepada umat manusia terutama kaum muslimin untuk menjaga dan merawat lingkungan alam ini dan melarang untuk melakukan kerusakan, kemungkaran dan dosa. Tapi mengapa banyak diantara kita mengampangkan perkara ini sehingga banyak kerusakan di alam, kemungkaran atau kemaksiatan merajalela, musibah yang datang silih berganti. Coba lihat di daerah kita saja, kabut asap semakin tebal dan tak hilang-hilang, hal ini disebabkan kurang pandainya kita menjaga lingkungan sehingga merusak hutan, belum lagi kemaksiatan, kesyirikan, kebid’ahan dan dosa dianggap biasa. Wal ’iyyadzubillah. Beristighfar-lah dan bertobatlah wahai kaum muslimin, selagi pintu taubat masih terbuka dan jangan sampai bencana semakin besar menimpa kita.
Wahai saudaraku, Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an telah mengkabarkan tentang orang-orang kafir tak pernah ridho terhadap muslimin sebelum mengikuti agama mereka (QS. Al Baqarah: 120) dan Allah Ta’ala pun melaknat kaum musyrikin, Nashrani dan yahudi serta melarang umat Islam mencontoh agama dan kebudayaan mereka yang rusak itu (QS. Ali Imran: 196-197, al-Hadid: 16, dsb). Tapi kenapa banyak di kalangan anak-anak muslimin (generasi muda) dari dulu sampai sekarang masih mencontoh budaya agama terlaknat itu, baik dari Mode, perilaku, pemikiran dan sistem. Padahal Al-Islam jelas-jelas melarang mencontoh kebiasaan orang-orang kafir dan Rasulullah sangat menyelisih kebiasaan mereka dalam segala segi kehidupan ini. Apakah kalian tidak bangga menjadi seorang muslim dan kesempurnaan Al-Islam sehingga kalian mengekor orang-orang kafir tersebut??!! Apakah kalian ingin meniru mereka dengan mencampakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah??
Realita menunjukkan bahwa semakin merosotnya akidah, ibadah, moral dan akhlak generasi muda sekarang. Hal ini disebabkan jauhnya masyarakat dari bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga kondisinya carut-marut dan banyaknya musibah menimpa negeri ini. Jangan salahkan ini dan itu, tapi salahkan diri kita masing-masing. Apa yang sudah kita perbuat?!
Al-Qur’an yang seharusnya menjadi teman setia bagi pribadi muslim, tapi kini hanya menjadi kenangan usang tak bermakna. Hanya sedikit orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya. Masyarakat sekarang lebih menyukai mendengarkan musik-musik dan lagu-lagu yang haram daripada mendengarkan atau membaca Al-Qur’an yang penuh dengan ketenangan, petunjuk, ilmu, keberkahan, dan Asy-Syifa’ (obat) bagi jasmani dan rohani. Mereka menghabiskan waktu-waktu dengan menyanyi, bermain-main, dengar musik dan melupakan bacaan dan hafalan Al-Qur’an. Makanya pantas, banyak diantara kaum muslimin baik orang dewasa dan anak-anak tidak bisa baca Al-Qur’an, atau mungkin saja waktu kecilnya bisa baca. dan hafal ayat-ayat Al-Qur’an tapi saat sudah dewasa semuanya hilang karena tak pernah dibaca dan diamalkan. Padahal jika kita mau mengetahui betapa besarnya keutamaan Al-Qur’an, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’Alaihi wassalam: ”Bacalah Al-Qur’an! Karena sesungguhnya Al-Qur’an itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya (yang berpegang pada petunjuk-petunjuknya).” (HR. Muslim dari Abu Umamah)
Sabda Nabi Shallallahu ’Alaihi wassalam: ”Nanti pada hari kiamat akan didatangkan Al-Qur’an dan ahlinya yang dulu mengamalkannya di dunia, didahului dengan surat Al-Baqarah dan surat Ali Imran yang keduanya saling berbantah mengenai ahli mereka masing-masing (Al-Baqarah mengatakan bahwa orang ini adalah orang yang mengamalkan surat Al-Baqarah, begitu pula surat Ali-Imran).” (HR. Muslim dari An-Nawwas bin Sam’an)
Dari Utsman bin Affan Radhiyallahu ’anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:”Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”(HR. Bukhari)
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Ash-shahih-nya meriwayatkan bahwa Ummul Mukminin Aisyah Radhiayallahu’anha, berkata: bahwa Rasulullah bersabda: ”Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, maka nanti akan berkumpul bersama-sama para malaikat yang mulia lagi taat. Sedangkan orang yang kesulitan dan berat jika membaca Al-Qur’an (terbata-bata), maka ia mendapatkan dua pahala.” Kemudian Dari Umar bin Khaththab, bahwasanya Rasulullah bersabda:”Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan Al-Kitab (Al-Qur’an), dan ia akan merendahkan derajat suatu kaum yang lain dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ’anhu, berkata: Rasulullah bersabda: ”Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an) maka akan memperoleh satu kebaikan. Setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan: ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, tetapi ’alif’ satu huruf, ’laam’ satu huruf dan ’miim’ satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi)
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang berkata bahwa Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya orang yang didalam dadanya tidak ada sedikitpun dari Al-Qur’an, maka ia bagaikan rumah yang kosong.”
Subhanallah, begitu besarnya keutamaan membaca dan mengamalkan Al-Qur’an tersebut. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita selalu menjaga al-Qur’an dalam jiwa kita dengan cara membacanya, menghafalnya, mempelajarinya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari. Marilah kita isi hari-hari dan waktu-waktu luang kita dengan Al-Qur’an baik dirumah, masjid, sekolahan, kantor, tempat kerja dan saat berkendaraan dalam perjalanan. Jangan isi waktu-waktu kita dengan permainan, musik-musik dan nyanyian, karena itu datangnya dari setan yang akan menyesatkan manusia sehingga kita jauh dari Al-Qur’an.
Hendaklah kita selalu menjaga dan mempelajari Al-Qur’an karena Al-Qur’an akan hilang dengan sendirinya apabila tidak pernah dibaca dan dihafal, sebagaimana nasehat Nabi dengan sabdanya: ”Berhati-hatilah kamu sekalian terhadap Al-Qur’an ini. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya. Sungguh Al-Qur’an itu lebih cepat terlepasnya, daripada unta terlepas dari tali ikatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kewajiban bagi orang tua yang baik sekarang yaitu menanamkan Al-Qur’an dalam jiwa anak-anak mereka dengan memberikan pendidikan Al-Qur’an dari sejak dalam rahim ibunya, yaitu dengan cara selalu memperdengarkan Al-Qur’an, bukan dengan lagu-lagu atau musik. Kemudian setelah lahir sampai anak bisa bicara mulai diajarkan dengan bacaan Al-Qur’an sehingga anak-anak mampu membaca dengan baik, lalu di masukkan akhlak-akhlak Al-Qur’an dalam kepribadian anak dan mengenalkan hukum-hukum syariat Islam dalam Al-Qur’an sehingga mereka terbiasa dan bisa perpegang teguh padanya serta menjadi teman setia dimana pun mereka berada. Bukan justru disuguhi dengan nyanyi-nyanyian, musik, film horor, film kartun orang-orang kafir yang tak bermanfaat yang berasal dari TV dan VCD. Perhatikanlah contoh para shalafush shalih yang sangat mencintai dan menjaga Al-Qur’an seperti Imam Syafi’i sudah menghafal Al-Qur’an saat umur 7 tahun, Imam Nawawi sudah hafal Al-Qur’an sebelum baligh dan banyak kisah para ulama lainnya.
Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat yang sudah kita rasakan??!! Bersegeralah kembali kepada bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pemahaman Salafush-shalih. Marilah kita didik bersama anak-anak dan masyarakat kita dengan Al-Qur’an agar terwujud GENERASI QUR’ANI yang unggul, mencintai Al-Quran dan bisa menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wallahul A’lam bish-showab

Maraji’: Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan, dan Riyadush Shalihin Karya Imam Nawawi

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-7 Tahun I: Sya’ban 1430 H/ Juli 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

HATI-HATI RIBA MENGANCAMMU...!!!

Oleh: Abu Umair

Alhamdulillah wahdahu wasshalaatu wassalaam ’ala man laa nabiyya ba’da.

Wahai pembaca yang budiman, di masa yang serba sulit ini, banyak diantara orang-orang terutama kaum muslimin mencari cara dan jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun disayangkan, banyak di antara kita kurang memperhatikan dan sangat meremehkan tentang darimana hasil yang kita peroleh untuk menghidupi keluarganya. Kita kadang-kadang tak peduli apakah hasil kerja kita berasal dari usaha yang halal atau yang haram. Pada hal kondisi ini sudah pernah dikabarkan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wassalam tentang tidak pedulinya lagi orang tentang darimana hasil usahanya, sebagaimana sabda Nabi: ” Sungguh akan datang suatu masa, dimana seseorang tidak peduli terhadap harta diperolehnya, apakah dari sumber yang halal ataukah yang haram.” (HR. Al-Bukhari)
Sampai-sampai yang cukup menyedihkan adalah mereka bermudah-mudah dalam bermuamalah dengan perkara yang haram baik dari hasil mencuri, menipu, korupsi, makan harta anak yatim dan hasil riba. Yang menjadi pembahasan kali ini adalah perkara RIBA.
Riba dari segi bahasa berarti bertambah, tumbuh, tinggi dan naik. Adapun secara syara’, ada defenisi ringkas dan bagus yang diberikan oleh Al-’Allamah Al-faqih Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarah Bulughal Mahram, bahwa riba adalah penambahan pada dua perkara yang diharamkan dalam syariat adanya tafadhul (penambahan) antara keduanya dengan ganti (bayaran), dan adanya ta’khir (tempo) dalam menerima sesuatu yang disyaratkan qabdh (serah terima di tempat). (Syarah Buyu’, hal. 124)
Riba merupakan suatu perbuatan dzolim yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan Allah dan Rasul-Nya menyerukan ’Perang’ terhadap pelaku riba. Rezeki dari hasil riba sangat menyengsarakan diri sendiri (pelakunya) dan orang lain. Allah Ta’ala melarang perbuatan riba dan akan memerangi pelakunya serta memberikan adzab yang pedih terhadap mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 278-279)
Adapun hukum riba dengan segala bentuknya adalah HARAM dan termasuk dosa besar, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-baqarah: 275)
Kemudian sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wassalam: ”Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan-diantaranya-memakan riba” (HR. Muttafaqun ’alaih dari riwayat Abu Hurairah) dan sabda Nabi: ”Semoga Allah melaknat pemakan riba” (HR. Al Bukhari dari riwayat Abu Juhaifah). Kemudian dalam hadits Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah melaknat orang yang makan hasil riba, yang memberi makan dengannya (orang lain dengan riba), penulisnya dan dua saksinya, lalu Nabi berkata ”Mereka itu sama” (Sama terlarangnya dan dosanya-pen)
Tersebarnya perbuatan riba dan perzinaan di sebuah daerah akan menjadi penyebab turunnya adzab dari Allah Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wassalam bersabda:”Apabila telah nampak zina dan riba di sebuah kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka untuk mendapatkan adzab Allah Ta’ala”. (HR.Al-Hakim, ath-Thabrani, dishahihkan Imam Al-Albani dalam Shahih al-jami’ no. 679)
Begitu juga dahsyatnya adzab bagi pemakan hasil riba kelak di akhirat yang mana mereka dimasukkan ke dalam neraka jahannam dan juga mereka akan mendapat azab yang berat sebagaimana hadits Samurah bin Jundab yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, bahwa sesungguhnya orang yang makan hasil riba dihukum dengan berenang di sungai merah (darah) dan dilempar dengan batu ke mulutnya saat orang itu menuju ke tepi sungai sehingga dia tetap berenang di tengah sungai darah, wal’iyadzubillah
Telah nampaknya dengan jelas bahwa orang yang mengambil riba adalah perkara yang sangat berbahaya dan akan mendapat ancaman yang sangat dahsyat serta jiwanya tidak akan tenteram seperti orang kemasukan syaitan atau gila. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 275:
”Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa akibat buruk atau hukuman yang diperoleh pelaku riba adalah 1) Dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti seperti orang gila karena kerasukan setan; 2) Diancam kekal dalam neraka; 3) Harta yang diperoleh dari riba akan dihilangkan barakahnya; 4) Allah Ta’ala tidak mencintai orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa (riba); 5) Mendapatkan permusuhan dari dan siap berperang dengan Allah Ta’ala serta Rasul-Nya.
Besarnya dosa dan ancaman yang keras bagi orang yang melakukan riba baik disengaja maupun tak disengaja (darurat). Oleh karena itu, janganlah kita menghindar dari hukum Allah Ta’ala dengan berbagai cara dan alasan demi urusan perut, dan hawa nafsu sesaat. Karena banyak orang di jaman sekarang berusaha mencari alasan padahal telah jelas al-haq (kebenaran) dihadapannya. Demi urusan keduniaan dan hawa nafsu, mereka rela menceburkan diri dalam belenggu riba. Mereka rela bermuamalah baik itu utang-piutang, berdagang (jual-beli) dengan cara riba.
Riba terbagi dari beberapa macam, diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Riba Dain (Riba dalam Hutang-Piutang)
Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyyah, sebab riba jenis ini terjadi pada jaman jahiliyyah. Riba jahiliyyah ini terbagi 2 bentuk, yaitu:
a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar hutangnya/tambah nominalnya dengan mundur tempo)
Misal: Si A hutang Rp 1 Juta kepada si B dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “bayar hutangmu”. Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp 1,1 Juta.” Demikian seterusnya.
Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah (melipat gandakan uang). Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (QS. Ali-Imran;130)
b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad (perjanjian)
Misal: Si A hendak berhutang kepada si B. Maka si B berkata di awal perjanjian:”Saya hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo 1 bulan, dengan bunga 10 % jadi pembayaran Rp 1,1 juta”.
Riba kedua ini adalah riba yang paling besar dosanya dan sangat tampak kerusakannya. Riba ini sering terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah “Menganakkan uang”.
Yang termasuk riba dalam jenis adalah riba qardh (riba dalam pinjam meminjam). Gambarannya, seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat mengembalikan dengan yang lebih baik atau lebih banyak. Misal: Si A meminjamkan buku kepada si B seharga Rp. 1000 dengan syarat si B akan mengembalikan dengan buku yang seharga Rp. 5000, atau meminjamkan uang seharga Rp. 100.000,- dan akan dikembalikan Rp.110.000,- saat jatuh tempo.
Ringkasnya, setiap pinjam meminjaman yang mendatangkan keuntungan adalah riba, dengan argumentasi yaitu 1) Bahwa riba ini termasuk riba jahiliyyah yang diharamkan berdasarkan Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma’ ulama; 2) Berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib, bahwa nabi bersabda: “Setiap pinjaman yang membawa keuntungan adalah riba”, hadits ini dhaif (lemah), karena dalam sanadnya ada perawi Sawwar bin Mush’ab, dia ini matruk (ditinggalkan haditsnya). Lihat Irwa’ul Ghalil (5/235-236 no. 1398). Namun para ulama sepakat sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Abdil Barr dan para ulama lainnya menyatakan haram praktek riba tersebut; 3) Pinjaman yang dipersyaratkan adanya keuntungan sangat bertentangan dengan maksud dan tujuan mulia dari pinjam meminjam yang islami yaitu membantu, mengasihi, dan berbuat baik kepada saudaranya yang membutuhkan pertolongan.
Banyak sekali praktek riba yang beredar di masyarakat kita, bahkan difasilitasi oleh pemerintah, padahal telah jelas keharamannya dan laknat Allah Ta’ala dan Rasul-Nya bagi pelaku riba. Ada beberapa contoh lain dari praktek riba yaitu dengan cara (sistem) memberikan pinjaman kepada seseorang dengan sejumlah uang tanpa bunga untuk modal usaha dengan syarat pihak yang meminjami mendapatkan prosentase dari laba usaha dari si peminjam dan hutang tetap dikembalikan secara utuh, atau memberikan sejumlah uang kepada seseorang untuk modal usaha dengan syarat setiap bulannya, pihak yang meminjami mendapatkan uang-misal Rp 1juta- dari si peminjam, tak peduliusahanya untung atau rugi.
Sistem ini yang banyak terjadi pada koperasi, BMT, bahkan bank-bank syariah pun menerapkan sistem ini dengan istilah mudharabah (bagi hasil). Pada hal Mudharabah yang syar’i misalnya seseorang memberikan modal Rp.10 Juta untuk modal usaha dengan ketentuan pemodal mendapatkan 50% atau, 40%, 30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil usaha. Bila menghasilkan laba maka dia mendapatkannya, dan bila ternyata rugi maka kerugian itu ditanggung bersama (loss and profit sharing). Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah dengan Yahudi Khaibar. Wallahul muwaffiq.
Termasuk contoh riba sejenis adalah mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan, misal: si A meminjam uang Rp 10 juta kepada si B (pengadaian) dengan menggadaikan sawahnya seluas 0,5 Ha. Lalu pihak pegadaian memanfaatkan sawah tersebut, mengambil hasilnya, dan apa yang ada di dalamnya sampai si A bisa mengembalikan hutangnya. Tindakan tersebut termasuk riba. Begitu juga dengan contoh berikut yang termasuk praktek riba: si A meminjam uang kepada si B dengan anggunan (barang yang digadaikan sebagai jaminan), lalu si B memberi pinjaman dengan syarat dengan bunga 15 % setiap bulan dalam tempo yang disepakati mereka.

b. Riba Fadhl (Riba Khafi/samar)
Artinya, adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’I adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Namun pendapat yang rajih (kuat) tanpa ragu adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah haram dengan dalil yang sangat banyak. Salah satunya adalah hadits Utsman bin Affan riwayat Muslim: “Jangan kalian menjual satu dinar (emas) dengan dua dinar, jangan pula satu dirham (perak) dengan dua dirham”. Juga hadits yang semakna, diantaranya hadits Abu Sa’id al Khudri riwayat Muttafaq’alaih, hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit riwayat Muslim, begitu juga hadits Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Bakrah, Ma’mar bin Abdillah dan lain-lain dalam Ash-Shahihain atau salah satunya. Dari hadits-hadits tersebut diketahui bahwa ada 6 jenis barang saja yang terkena hukum riba berdasarkan hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit riwayat Muslim, yaitu emas, perak, Burr (suatu jenis gandum), Sya’ir (suatu jenis gandum), kurma, garam, inilah pendapat yang rajih (pendapat Azh-Zhahiriyyah dan sepaham dengannya) dari ikhtilaf ulama’. -wallahu a’lam-. Tambahan: tidak ada riba pada jenis barang yang berbeda misalnya: diperbolehkan jual beli emas dengan perak, dengan selisih harga dengan syarat dilakukan secara kontan, atau cara salam (pembayaran didahulukan, sedangkan penyerahan barang ditunda sampai waktu yang ditentukan ) -Wallahu a’lam-

c. Riba Nasi’ah (Riba Jali/jelas)
Yaitu, adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Misal: beli emas dengan menukar emas juga yang serah terimanya tidak ditempat tapi dengan adanya tempo waktu.
Riba fadhl dan riba nasi’ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual-beli). Riba ini hukumnya haram berdasarkan hadits Usamah bin Zaid, bahwa Nabi bersabda: ”Sesungguhnya riba itu hanya pada nasi’ah (tempo).”

Masih banyak lagi bentuk-bentuk riba yang terjadi di masyarakat, yang tidak ada ruang untuk menjelaskannya. Tugas kita sekarang terhadap praktek riba adalah meninggalkan dan menghindari semua jenis riba dan jangan menunda-nunda untuk lepas dari dosa riba tersebut, selagi pintu tobat masih terbuka dan nyawa kita belum dicabut malaikat maut. Maka bersegeralah menuju ampunan Allah Al-Ghaffar.
Wahai para orang kaya (mampu ekonomi), bersedekahlah dan berilah bantuan kepada saudara-saudaramu yang kurang mampu dalam melepaskan beban kesulitan penghidupannya atau lagi mendapat musibah. Sungguh, mereka adalah saudara-saudara kita yang dipersatukan oleh Allah Ta’ala dalam keimanan. ”Apakah kita rela melihat saudara kita menderita dan terjerat riba, sedangkan kalian (orang kaya) mampu untuk membantunya?” ingatlah firman Allah Ta’ala:
”Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Mulailah hidup dengan hemat, sederhana, tawadhu’ (rendah hati), wara’ (kehati-hatian) dan bersegera dalam beribadah kepada Allah serta tunaikanlah hak-hak orang lain supaya kita terbebas dari penyakit riba. Janganlah kita mengikuti hawa nafsu, seperti pingin ini, pingin itu padahal kita tidak mampu mencukupinya. Selamatkan dirimu dan keluargamu dari bahaya riba dan siksa api neraka, sebagaimana yang diingatkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya: ” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras...” (QS.At-Tahrim: 6)
Ingatlah kata-kata bijak ini: ”Lebih baik miskin dengan hasil kerja yang halal daripada kaya dari hasil kerja yang haram” Wallahu Ta’ala a’lam bishshowab

(Maraji’: Diringkas dari Majalah Asy-Syariah Vol. III/no.28/1428H/2007M hal. 12-38, Al-Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Al-Kabair karya Imam Adz-Dzahabi dan referensi2 yang shohih dan terpercaya)

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-5 Tahun I: Rajab 1430 H/ Juni 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

MARI BERTAUHID & JAUHI SYIRIK

Oleh: Abu Umair

Alhamdulillah wahdahu wasshalaatu wassalaam ’ala man laa nabiyya ba’da.

Wahai pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, mari sejenak kita mengintropeksi diri, sampai sejauh mana kita mengenal diri kita sendiri? Apa tujuan kita diciptakan oleh Allah Ta’ala? Apa kewajiban kita di dunia ini? Sudahkah kita mengenal Rabb kita? Inilah pertanyaan yang perlu dijawab oleh seorang muslim, agar mereka mengerti arti sebuah kehidupan. Walhasil untuk keselamatan kita juga di dunia dan di akhirat.
Dalam kehidupan beragama, kita perlu mengetahui tingkat kekokohan aqidah seorang muslim, supaya kita mengerti bahwa kita beragama Islam tidak hanya simbol belaka (’Islam KTP’ atau ’Islam keturunan’) atau pengakuan manis di mulut saja. Namun perlu bukti nyata, baik itu ucapan, keyakinan dan amalan. Oleh karena itu, kita perlu belajar dan mengenal pokok dasar beragama yaitu aqidah atau tauhid. Supaya kita bisa membedakan mana yang kebenaran (al-haq) dan kejelekan (al-Bathil), tidak mencampurkan aqidah yang murni kita (al-Islam) dengan aqidah atau ajaran agama selain Islam, serta sebagai alasan/pengakuan disaat kita akan dimintai pertanggung-jawaban dihadapan Allah ’Azza wa Jalla di hari akhir kelak.

Tujuan Diciptakannya Manusia
Tak jarang dari umat manusia yang belum memahami dengan sebenarnya akan hakekat keberadaannya di muka bumi ini. Sebagian mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah proses alamiah untuk menuju kematian. Sehingga hidup ini tak ubahnya hanyalah makan, minum, tidur, beraktifitas dan mati, lalu selesai! Tanpa adanya pertanggungjawaban amal di hari kiamat kelak. Allah Ta’ala, Pencipta semesta alam mengingkari anggapan batil ini dengan firman-Nya (artinya):
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, (sebagian) kami ada yang mati dan sebagian lagi ada yang hidup (lahir). Dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa.” Mereka sekali-kali tidak mengerti tentang hal itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah: 24)

Bila demikian keadaannya, lalu apa tujuan diciptakannya kita di muka bumi ini?
Para pembaca, sesungguhnya keberadaan kita di muka bumi ini tidaklah sia-sia belaka. Allah berfirman (artinya):
“Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia belaka?” (QS. Al Mu’minun: 115)
Bahkan dengan tegas Allah Ta’ala menyatakan (artinya): “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (mengesakan ibadahnya) kepada-Ku, Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat” (QS. Adz Dzariyat: 56-58)
Tentunya, ibadah di sini hanyalah berhak diberikan kepada Allah semata, karena Dia-lah satu-satunya Pencipta kita dan seluruh alam semesta ini. Allah berfirman (artinya): “Hai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 21-22). Demikianlah hikmah dan tujuan penciptaan kita di muka bumi ini.

Makna Ibadah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ibadah adalah suatu nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik yang dhahir maupun batin.”
Asal ibadah adalah ketundukan dan perendahan diri. Suatu ibadah tidaklah dikatakan ibadah sampai pelakunya bertauhid yaitu mengikhlaskan peribadatan hanya kepada Allah dan meniadakan segala sesembahan kepada selain Allah Ta’ala. Atas dasar itu Abdullah ibnu Abbas berkata: “Makna beribadah kepada Allah adalah tauhidullah (yaitu mengesakan peribadahan hanya kepada Allah).
Itulah realisasi dari kalimat tauhid Lailaha Ilallah merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekuensi yang amat besar. Oleh karena itu, Allah gelari kalimat ini dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus), sebagaimana dalam firman-Nya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (segala apa yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 256)

Dakwah Tauhid Adalah Misi Utama Yang Diemban Para Rasul

Tujuan pokok diutusnya para Rasul adalah menyeru umat manusia agar beribadah hanya kepada Allah semata, dan melarang dari peribadatan kepada selain-Nya, sebagaimana Allah berfirman (artinya): “Sungguh tidaklah Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia kecuali untuk menyerukan: “Beribadalah kalian kepada Allah saja dan tinggalkan thaghut (yakni sesembahan selain Allah).” (QS. An Nahl: 36) dan dalil yang serupa QS. Al Anbiya’: 25
Nabi Nuh ’Alaihisalam sebagai seorang rasul pertama mengajak umatnya kepada tauhid selama 950 tahun. Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam selama 13 tahun tinggal di Mekkah menyeru umatnya kepada tauhid dan dilanjutkan di Madinah (10 tahun), sampai-sampai menjelang wafat pun beliau tetap mewanti-wanti tentang pentingnya tauhid
Ketika para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R. At Tirmidzi)

Tauhid merupakan sumber keamanan
Sebagaimana firman Allah Ta’ala (artinya): “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kedhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am: 82)

Orang yang tauhidnya benar pasti akan masuk Al Jannah
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: “Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk surga.” (H.R. Muslim)

Bagaimanakah Bahaya Syirik ?
Syirik merupakan lawan dari tauhid. Kalau tauhid mengandung makna menunggalkan Allah Ta’ala dalam hal ibadah, maka syirik mengandung makna menyekutukan Allah Ta’ala dalam hal ibadah, baik itu berupa berdoa selain-Nya, nadzar, penyembelihan hewan, percaya terhadap tukang ramal, dukun/paranormal, jimat-jimat, ikut serta memperingati acara kesyirikan/agama kafir, bersumpah dan ibadah lainnya. Di saat tauhid mempunyai banyak keutamaan maka sebaliknya syirik pun sangat berbahaya dan mempunyai banyak mudharat. Di antaranya adalah:

1. Kesyirikan adalah kedhaliman yang besar
Firman Allah Ta’ala (artinya): “Sesungguhnya kesyirikan adalah kedhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
2. Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48 & 116)
3. Kesyirikan penyebab terpecah belahnya umat
Firman Allah Ta’ala (artinya): “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar Ruum: 31-32)
4. Orang yang meninggal dunia dalam keadaan musyrik akan masuk neraka dan kekal di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dhalim.” (Al Maidah: 72)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda: “Barangsiapa meninggal dunia dan dia berdo’a kepada selain Allah niscaya dia masuk neraka.” (HR. Al Bukhari)


Marilah kita bertauhid dan bertobat dari perbuatan kesyirikan baik yang samar maupun yang nyata serta sudah pernah kita lakukan. Semoga Allah menjauhkan kita semua dari kesyirikan, dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid, dan para penghuni jannah (surga)-Nya. Amin…Renungkanlah!!! Wallahu a’lam bishshowab.

(Maraji’: Dinukil dari referensi-referensi Islam yang shohih dan terpercaya)

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-4 Tahun I: Jumadil Akhir 1430 H/ Juni 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

MENGENAL SUNNAH DALAM ADZAN & IQOMAH

Oleh: Abu Umair



Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa manwalah.

Ikhwah fillah Rahimakumullah, Allah ‘Azza Wa Jalla dan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menyebarkan syiar Islam. Salah satu syiar Islam yang agung itu adalah Adzan dan iqomah. Tidaklah dikatakan suatu negara itu adalah negara Islam, apabila di suatu negara tidak dikumandangkan adzan. Jadi pembeda antara negara Islam dengan negara kafir adalah adanya suara adzan. Inilah yang diperintahkan Rasulullah kepada para shahabatnya sebelum memerangi / menguasai suatu daerah supaya melihat apakah daerah tersebut terdengar adzan atau tidak. Oleh karena itu, Adzan dan iqomah adalah dua perkara sunnah yang wajib dilakukan sebelum melakukan sholat fardhu, karena Rasulullah bersabda, “Jika waktu sholat tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan untuk kalian, dan hendaklah orang paling tua di antara kalian mengimami kalian” (HR. Muttafaq ’Alaih)
Adzan dari segi bahasa bermaksud i’lam yaitu pengumuman, pemberitahuan. Adapun dari segi syara‘ diartikan sebagai suatu seruan atau pemberitahuan datangnya waktu sholat dengan menyebut lafadz-lafadz yang khusus. Sedangkan, Iqomah bermaksud seruan tertentu untuk menandai akan dimulainya sholat.
Hukum adzan dan iqomah menurut pendapat yang rajih (kuat) adalah fardhu kifayah bagi penduduk kota maupun desa, baik dilakukan secara berjama‘ah, bersendirian atau musafir. Adzan dan iqomah disunnahkan untuk dikumandangkan oleh kaum laki-laki. Adapun bagi kaum wanita, disunnahkan melakukan iqomah saja, bukan adzan karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah dengan meninggikan suara mereka. Wallahu a’lam
Adapun keutamaan adzan dan para muadzin cukuplah banyak diantaranya yaitu (1) Saat diserukan adzan dan iqomah, setan pada pergi (HR. Bukhari no.608 & Muslim no. 1267); (2) besar pahalanya (HR. Bukhari no.615 & Muslim no. 980); (3) Para muadzin adalah orang paling panjang lehernya di hari kiamat (HR. Muslim no. 850); (4) Yang mendengar adzan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin di hari kiamat (HR. Bukhari no.609); (5) Diampuninya dosa para muadzin (HR. Ahmad 2/136); (6) Muadzin diatas fitrah (HR. Ahmad 1/407-408); (7) dan lain-lain.
Mengenai bentuk-bentuk lafadz adzan ada bermacam-macam berdasarkan hadits-hadits yang shohih, salah satu bentuk lafadz adzan yang banyak diucapkan oleh muadzin di negeri kita adalah berasal dari hadits Abdullah bin Zaid sebagai berikut:

(HR. Ahmad, Ashabus Sunan kecuali An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Al-Bukhari, Ibnu Khuzaimah, hadits ini shahih)
Lafadz adzan ini merupakan adzan orang-orang Kufah, dan merupakan pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, dan Ahmad dalam satu sebagaimana hikayat Al-Khiraqi (Al-Majmu’ 3/102 lihat Majalah Asy-Syariah Vol. V/No. 49/1430 H/2009M). Lafadz adzan ini pun terdiri dari lima belas kalimat dan diucapkan sebanyak dua kali bagi setiap lafaz kecuali takbir pada awal adzan disebut sebanyak empat kali dan lafaz kalimat tauhid hanya sekali saja. Pada adzan subuh pula ditambah kalimat sebanyak dua kali setelah lafadz yang kedua kali.

Ada pun syarat-syarat sah untuk adzan dan iqomah adalah (1) Masuk waktu sholat kecuali waktu Subuh karena mempunyai dua adzan. Adzan pertama dikumandangkan sebelum masuk waktu yaitu mulai muncul waktu subuh setelah berlalu separuh malam terakhir dan dilanjutkan adzan kedua saat masuk waktu subuh (fajar shadiq/nyata) → mengenai adzan subuh terjadi khilaf ulama’, Allahu a’lam; (2) Hendaklah dengan bahasa Arab; (3) Adzan dan Iqamah hendaklah dinyaringkan suaranya untuk sholat berjama‘ah; (4) Tertib dan muwalat di antara lafadz adzan dan iqamah; (5) Adzan seharusnya dilakukan oleh seorang saja; (6) Orang yang mengumandangkan adzan hendaklah seorang lelaki muslim yang berakal.

Kemudian syarat yang perlu diperhatikan oleh para muadzin adalah Muadzin disunnahkan yaitu bersuci dari hadats kecil atau hadats besar, orang jujur, suaranya keras, mengetahui waktu-waktu sholat, adzan menghadap kiblat, mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi seperti menara atau selainnya kecuali menggunakan pembesar suara, memasukkan jari-jari kedua tangannya ke kedua telinganya ketika adzan dengan tujuan untuk meninggikan suara, serta menoleh ke kanan ketika mengatakan: , dan menoleh ke kiri ketika mengatakan: dalam keadaan dada tetap ke depan, dan tidak mengambil upah dari adzannya kecuali diberi dari kas negara atau dana wakaf.

Sekarang kita akan membahas sunnah-sunnah yang berkaitan dengan adzan dan kesalahan yang terjadi pada adzan dikebanyakkan dilakukan oleh mu’adzin. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan adzan ada lima: seperti yang disebutkan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam Kitabnya Zaadul Ma’ad sebagai berikut:

[1]. Sunnah bagi orang yang mendengar adzan diam dan menirukan apa yang diucapkan mu’adzin kecuali dalam lafadz:
"Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah" "Hayya 'alal falaah, Hayya 'alal falaah" . Maka ketika mendengar lafadz itu maka dijawab dengan lafad: "Laa hawla walaa quwwata illa billahi" ”Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah "[HR. Al-Bukhari dan Muslim ]
Faedah Dari Sunnah Tersebut: ”Sesungguhnya (sunnah tersebut (yaitu menjawab adzan) akan menjadi sebab engkau masuk surga, seperti dalil yang tercantum dalam Shahih Muslim (no. 385. Pent)

[2]. Setelah muadzin selesai mengumandangnkan adzan, maka yang mendengarnya mengucapkan:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا
”Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya. Aku ridho kepada Allah sebagai Rabb dan Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agama(ku)” [HR. Muslim 1/240 no. 386]
Faedah dari sunnah tersebut : Dosa-dosa akan diampuni sebagaimana apa yang terkandung dalam makna hadits itu sendiri.

[3]. Membaca Shalawat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wassalam setelah selesai menjawab adzan dari muadzin dan menyempurnakan shalawatnya dengan membaca shalawat Ibrahimiyyah dan tidak ada shalawat yang lebih lengkap dari shalawat tersebut.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya lalu bershalawatlah untukku karena sesungguhnya orang yang bershalawat untukku satu kali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali" [HR. Muslim 1/288 no. 384)]
Faedah Dari Sunnah Tersebut : Sedangkan shalawat Ibrahimiyah adalah :
- اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ.
[HR. Bukhari dalam Fathul Baari 6/408, 4/118, 6/27; Muslim 2/16, Ibnu Majah no. 904 dan Ahmad 4/243-244 dan lain-lain dari Ka’ab bin Ujrah]

4]. Mengucapkan doa adzan setelah bershalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ،
"Artinya :Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al-Wasilah (derajat di Surga), dan al-fadhilah kepada Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallm. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati kedudukan terpuji yang Engkau janjikan.” [HR. Bukhary no. 614, Abu Dawud no. 529, At-Tirmidzi no. 211, an-Nasa’I 2/26-27. Ibnu Majah no. 722). Adapun tambahan …
(تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ لاَ إِنَّكَ) Tidak boleh diamalkan/dibaca karena sanad haditsnya lemah. [Lihat Irwa’ul Ghalil 1/260,261]
Faedah Dari Doa Tersebut: Barangsiapa yang mengucapkannya (doa tersebut) maka dia akan memperoleh syafa’at dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[5]. Berdoa untuk dirinya sendiri, dan meminta karunia Allah Ta’ala karena Allah pasti mengabulkan permintaannya.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ”Artinya: Ucapkanlah seperti apa yang mereka (para muadzdzin) ucapkan dan jika engkau telah selesai, mohonlah kepadaNya, niscaya permohonanmu akan diberikan.” [Lihat Shahihul Wabili Shayyib oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly, hal: 183]

SUNNAH-SUNNAH DALAM IQOMAH
Sunnah bagi yang mendengar iqomah untuk menirukan orang yang iqomah kecuali pada lafadz: "Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah" Ketika mendengar lafadz itu, dijawab dengan lafadz: "Laa hawla walaa quwwata illa billahi" ”Artinya : “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" [HR. Muslim no. 385.]
Kemudian ketika ucapan: "Qod qoomatish shalah" Hendaknya menirukannya dan tidak boleh mengucapkan: "Aqoomahaa Allahu wa adaamaha", Karena ucapan itu didasari dari hadits yang dhaif" [Fatawaa Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘lmiyyah wal Ifta’]

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM ADZAN DAN IQOMAH
1. Membaca surah al-Ahzab ayat 56 sebelum adzan
Kesalahan yang banyak dilakukan oleh para muadzin di beberapa masjid di negeri ini yaitu membaca ayat 56 surah al-Ahzab sebelum adzan:
” Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56).
Bacaan ayat Al-Qur’an tersebut sebelum adzan adalah perbuatan bid’ah dhalallah (perkara baru yang buruk) karena tidak ada contoh atau tuntunannya dari Rasulullah, para shahabatnya (terutama para muadzin zaman Nabi), para ulama salafus sholeh lainnya dan juga tidak pernah diajarkan oleh para imam Mahdzab yang empat (Maliki, Hanafi, Hambali, Syafi’i). Justru yang dituntunkan oleh Rasulullah adalah bersholawat setelah adzan dan berdo’a sesudahnya.
2. Tidak mengulang lafadz adzan dan iqomah bersama muadzin
Termasuk kesalahan yang sudah memasyarakat yaitu lengahnya kaum muslimin menjawab atau mengulangi lafadz dari seruan muadzin dan sibuk berbicara dengan lainnya dalam urusan dunia.
Padahal Nabi sangat menganjurkan hal ini dengan sabda beliau: “ Bila kalian mendengar seruan (adzan), maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) →Walaupun hal ini tidak wajib (tidak berdosa bagi yang meninggalkannya) tetapi kita harus beradab terhadap seruan adzan karena sunnah.
3. Tidak bersholawat kepada Nabi setelah adzan
Kebanyakan kaum muslimin lupa akan hak yang teringan dari hak-hak Nabi atas umat beliau, yaitu bershalawat kepada beliau setelah adzan. Nabi bersabda: “Jika kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya. Kemudian ucapkanlah sholawat kepadaku, karena siapa yang mengucapkan sholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali…” (HR. Muslim (2/4) dan At-Tirmidzi (2/282))

4. Tergesa-gesa dalam mengumandangkan iqomah setelah adzan pada waktu sholat maghrib
Kesalahan yang banyak terjadi di masjid-masjid / musholla adalah pada waktu sholat maghrib berjama’ah, muadzin tergesa-gesa dalam mengumandangkan iqomah padahal baru selesai adzan. Sebagian mereka beralasan bahwa waktu maghrib itu singkat, jadi harus segera sholat. Sesungguhnya ini adalah keyakinan dan perbuatan yang salah karena perkara ini menolak suatu kebaikan. Padahal Rasulullah menganjurkan apabila masuk ke masjid hendaknya melakukan sholat Tahiyatul masjid bagi jama’ah yang baru datang ke masjid setelah adzan (sesuai Hadits Nabi yang keluarkan oleh Al-Bukhari no. 444) atau disunnahkan melakukan sholat qabliyah (sebelum) maghrib sesuai sabda Nabi: “Sholatlah kalian sebelum sholat maghrib (3kali), Pada kali ketiga, beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau.” (HR. Al-Bukhari)

5. Menambah kalimat pada do’a setelah adzan: “ Wad Darajatal ‘Aliyatar Rafi’ah…” dan “Ya arhamar Rahimin”
Tambahan lafadz tersebut dalam do’a sesudah adzan tidak ada karena tidak diriwayatkan dalam hadits Nabi yang shahih. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata tentang hal ini: “Kalimat waddarajatur rafi’ah tidak memiliki jalan (riwayat dalam hadits) sedikitpun. Ar-Rafi’I menambahkan di akhir adzan dalam Al-Muharrar dengan lafadz: “Ya Arhamar Rahimin”, lafadz ini juga tidak memiliki jalan sedikitpun.” (Lihat Kitab At-Talkhishul Habir (1/201), Al-Aqashid Al-Hasanah hal.212). Maka langkah yang perlu diambil sebagai seorang muslim yang baik adalah meninggalkan tambahan lafadz tersebut supaya tidak terjerumus dalam perkara bid’ah.

6. Mengulang lafazh adzan di dalam WC
Imam Nawawi Asy-Syafi’I berkata:”Makruh (dibenci) berdzikir kepada Allah Ta’ala atau berbicara sesuatu sebelum keluar darinya (WC), kecuali dalam keadaan darurat. Jika ia bersin, hendaklah bertahmid dengan hatinya dan tidak perlu menggerakkan lidahnya.” (Lihat Kitab RaudhatuAth-Thalibin (1/66))

7. Mengumandangkan adzan dengan radio atau kaset
8. Kesalahan dalam adzan dan melagukannya, sehingga merubah huruf-huruf, harakat-harakat dan sukun-sukun, terkurangi dan bertambah dalam rangka menjaga keserasian lagu.
Semoga Allah merahmati Imam Al-Qurthubi, bahwa ia berkata: “ Hukum muadzin yang memanjangkan adzan adalah tidak boleh melagukannya, sebagaimana yang telah dilaiukan oleh kebanyakan orang-orang bodoh pada hari ini. Bahkan kebanyakan orang awam dalam mengumandangkan adzan telah keluar dari batasan yang disyariatkan. Dalam mengumandangkan nada adzan tersebut mereka melakukan pengulangan-pengulangan dan banyak pemutusan, sehingga apa yang dia serukan tidak bisa dipahami.” (Kitab tafsir Qurthubi (6/230) dan lihat juga Al-Madkhal (3/249), Ad-Dinul Khalish (2/92),)
9. Beriqomah sholat dalam keadaan badan membelakangi Kiblat atau sambil berjalan, seharusnya menghadap arah kiblat dan berdiri dengan diam / tidak berjalan dan masih banyak yang lainnya.
Demikianlah sedikit uraian untuk mengenal sunnah dalam adzan dan iqomah serta kesalahan-kesalahan yang sering terjadi di daerah sekitar kita, semoga kita bisa mengambil faidah dan bisa mengamalkan sunnah dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam bishshowab.

Maraji’ : Diringkas dengan perubahan dari Kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah (Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam) oleh Syaikh Khalid Al-Husainan; Kitab Hisnul Muslim oleh Syaikh Said bin Ali Al Qathani; Kitab Minhajul Muslim oleh Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi; Kitab Al-Qaulul Mubiin fi Akhta’il Mushallin oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman; Kitab Irsyadus Salikin ila Akhtha’i Ba’dhil Mushallin oleh Abu ‘Ammar Mahmud Al-Misri, Majalah Asy-Syariah Vol. V/No. 49/1430 H/2009M.

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-3 Tahun I: Jumadil Akhir 1430 H/ Mei 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

KESYIRIKAN MENURUT MADZHAB SYAFI’IYYAH

Oleh: Abu Umair

Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa manwalah.
Wahai pembaca yang budiman, kalian pasti tidak lupa dan selalu ingat salah seorang tokoh agama dan ulama besar dalam sejarah Islam yaitu Al-Imam Al-Mujadid Al-Faqih Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I (Imam Syafi’i). Imam Syafi’i adalah seorang ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dan salah satu dari imam-imam empat yang banyak pengikutnya, yang dilahirkan pada tahun 150 H. Beliau seorang ulama yang mapan dalam keilmuannya, berakhlak mulia, dan pembaharu (reformis) dalam bidang agama pada akhir abad ke-dua. Banyaknya orang yang belajar dan mengikuti pendapat (madzhab) beliau sehingga melahirkan banyak para ulama besar dalam Islam dari generasi ke generasi. Adapun para ulama yang mempelajari fiqh mahzab Imam Syafi’i tersebut dikenal dengan ulama syafi’iyyah. Madzhab Syafi'i ini tersebar di Iraq, Syam, Mesir, Hijaz, Yaman dan lain-lain. Bahkan negara-negara Islam sampai hari ini tetap menjadikan madzhab Syafi'i ini sebagai madzhab resmi negara. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya dan pahala yang agung kepada imam yang mulia ini.
Para ulama Syafi’iyyah dan para ulama dari madzhab manapun memandang bahwa Ilmu tauhid itu mempunyai pengaruh yang baik dan jelas dalam kehidupan manusia dan masyarakat, dan juga memiliki buah yang matang yang dapat memberikan pengaruh yang sangat bagus dan agung. Antara lain: (1) Membebaskan Manusia dari Pengabdian kepada Selain Allah Ta’ala; (2) Menekankan Keseimbangan antara Perilaku dan Perbuatan; (3) Mewujudkan Jiwa yang Aman, Damai dan Tangguh; (4) Menanamkan Prinsip Persaudaraan dan Persamaan.
Disamping para ulama menekankan pentingnya tauhid, maka di sisi lain mereka mengingatkan umat akan bahaya kesyirikan yang akan mendatangkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut: (1) Pelecehan Martabat Manusia; (2) Membenarkan Khurafat; (3) Syirik adalah Kezhaliman yang Terbesar (QS.Luqman: 13); (4) Syirik Menimbulkan Rasa Takut; (5) Menyebarkan Hal-hal yang Negatif dalam Kehidupan Manusia; (6) Pelaku syirik pasti masuk neraka (QS. Al-Maidah: 72)
PENGERTIAN SYIRIK MENURUT ULAMA MADZHAB SYAFI’IYYAH
Al-Imam al-Azhari asy Syafi’i, mengatakan, Allah Ta’ala menceritakan tentang hamba-Nya yang bernama Luqman al-Hakim, beliau berkata kepada putranya:
Artinya : “Janganlah kamu menyekutukan Allah dengan yang lain, karena syirik itu merupakan kezhaliman yang agung.” (QS. Luqman: 13)
Maka kata isyrak (syirik) dalam ayat itu adalah menyepadankan (menyekutukan) Allah Ta’ala dengan yang lain. Dan siapa yang menyepadankan Allah Ta’ala dengan makhluk-Nya, maka ia telah musyrik, karena Allah itu satu, tidak ada sekutu, tidak ada tandingan maupun bandingan-Nya.”
Imam al-Raghib al-Ishfahani, menyatakan, “Syirik yang agung adalah menetapkan adanya sekutu bagi Allah Ta’ala. Misalnya, Fulan menyekutukan Allah dengan yang lain. Syirik ini adalah kekafiran yang paling besar.”
MACAM SYIRIK MENURUT SEBAGIAN ULAMA MADZHAD SYAFI’IYYAH
Imam ar-Raghib al-Ishfahani, berkata, “Syirik yang dilakukan manusia dalam agama itu ada dua macam. Pertama, Syirik Akbar (besar), yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah Subhanaahu wa Ta’ala, dan ini merupakan kekafiran yang terbesar. Kedua adalah syirik Khofi (yang samar /tidak jelas) dan kemunafikan.” Selanjutnya Al-‘Allamah Ali as-Suwaidi asy-Syafi’i, berkata, “Ketahuilah bahwa syirik itu adakalanya terjadi di Rububiyah (yaitu keyakinan, bahwa bersama Allah ada tuhan lain yang mencipta dan mengatur alam raya ini-pen), dan adakalanya terjadi di Uluhiyah (yaitu berdo’a atau bernadzar kepada selain Allah Ta’ala, baik do’a itu merupakan do’a ibadah maupun do’a permintaan). Yang kedua ini dapat terjadi di dalam I’tiqad (keyakinan), dan juga dapat terjadi di dalam mu’amalat khusus dengan Rabb.
Imam Ahmad Ibn Hajar Ali Bathmi asy-Syafi’i, mengatakan, “Syirik itu ada dua macam; syirik besar dan syirik kecil. Siapa yang bersih (bebas) dari ke dua syirik itu, ia pasti masuk Surga. Siapa yang meninggalkan dunia dan masih melakukan syirik besar, maka ia pasti masuk Neraka. Sementara orang yang bersih dari syirik besar, tapi ia melakukan sebagian syirik-syirik kecil, sedangkan kebajikan-kebajikannya lebih banyak dari dosa-dosanya, maka ia akan masuk Surga...Perbuatan yang termasuk syirik besar adalah sujud dan nadzar kepada selain Allah Ta’ala. Sedangkan yang termasuk syirik kecil adalah riya’, bersumpah dengan menyebut selain Allah Ta’ala apabila yang bersangkutan tidak bermaksud mengagungkan makhluk sebagaimana mengagungkan Allah Ta’ala.”
SARANA SYIRIK YANG PERLU DIHINDARI
Dalam rangka menjaga kemurnian tauhid, Imam Syafi’i dan para ulama madzhab Imam Syafi’i telah mengingatkan tentang wasilah (perantara, sarana), yaitu hal-hal yang dapat menyebabkan syirik, agar hal itu dihindari, seperti menembok kuburan, meninggikannya, dan membuat bangunan di atasnya .Demikian pula menulis sesuatu di atas kubur, memasang lampu di atasnya, dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Termasuk yang dilarang yaitu melakukan shalat dengan menghadap ke kuburan (tanpa dinding pembatas), berdo’a menghadap ke kuburan, melakukan thawaf mengelilingi kuburan, duduk di atasnya, mencium dan mengusapnya dengan tangan, memasang tenda dan naungan-naungan (kelambu) apa saja di atasnya, dan mengatakan, “Demi Allah dan demi keturunan kamu”, atau mengatakan, “Apa yang dikehendaki oleh Allah dan kamu.”
Sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu’alaihi wassalam: “ Semoga laknat Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi (termasuk para alim) mereka sebagai masjid-masjid (tempat ibadah). Beliau memperingatkan agar menjauhi perbuatan (seperti) yang mereka lakukan” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, ad-Darimi, al-Baihaqi, Ahmad dari ’Aisyah dan Ibnu Abbas). Kemudian Sabda Nabi Shallallahu’alaihi wassalam: ”Sesungguhnya mereka itu apabila ada seorang yang sholih diantara mereka (meninggal dunia), mereka mendirikan masjid diatas kuburnya. Kemudian mereka membuat gambar-gambar itu di dalam masjid. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (pada hari kiamat)” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Nasa’i, dll)
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu berkata: ”Bahwasanya Rasulullah melarang mengapur kuburan, duduk diatasnya dan membuat bangunan diatasnya” (HR.Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, Tirmidzi, al-Hakim, Ahmad). Kemudian Dari Mu’awiyah Radhiyallahu berkata: ”Sesungguhnya meratakan kuburan itu termasuk sunnah. Dan sungguh orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani telah meninggikannya, maka janganlah meniru-niru mereka.” (HR. At-Thabrani, sanadnya shahih)
Dari hadits-hadits tersebut di atas, maka Imam Syafi’i mengatakan, “Saya tidak menyukai (benci) ada masjid dibangun di atas kuburan,lalu kuburan diratakan, atau dipakai untuk shalat di atasnya sedangkan kuburannya tidak diratakan, atau melakukan shalat dengan menghadap kuburan.”

Imam Syafi’i juga berkata, “Dimakruhkan menembok kuburan, menulis nama yang mati (di batu nisan atau yang lainnya) di atas kuburan, atau tulisan-tulisan yang lain, dan membuat bangunan di atas kuburan.” Beliau juga mengatakan, “Dan saya melihat para penguasa ada yang menghancurkan bangunan-bangunan di atas kuburan dan saya tidak melihat ada ahli fiqih yang menyalahkan hal itu. Hal itu karena membiarkan bangunan-bangunan itu di atas kuburan akan mempersempit ruang pemakaman/penguburan bagi orang-orang lain.”

Imam Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki asy-syafi’i selanjutnya mengatakan, “Perbuatan-perbuatan haram yang paling besar dan sebab-sebab yang menyeret kepada kemusyrikan adalah shalat di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai masjid, dan membuat bangunan di atasnya. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hal itu hukumnya makruh, maka kata makruh ini, yaitu haram. Sebab tidak mungkin para ulama membolehkan sesuatu perbuatan di mana Nabi melaknat pelakunya, dan berita tentang laknat itu diterima dari Nabi Shallallahu’aialihi wassalam dari generasi ke generasi.

Imam Syafi’i juga menegaskan, “Saya tidak menyukai (benci) ada makhluk yang diagung-agungkan sehingga kuburannya dijadikan masjid, karena khawatir terjadi fitnah (pengkultusan) pada dirinya pada saat itu, atau orang-orang yang datang sesudahnya mengkultuskan dirinya.”

Maka kesimpulan hukum keharaman itu. Dapat diterima apabila kuburan itu dimuliakan seperti kuburan seorang nabi atau wali, seperti yang disitir dalam riwayat Imam Muslim, di mana Nabi bersabda, “Apabila terdapat orang-orang shaleh…” Oleh karena itu, para ulama madzhab Syafi’i mengatakan, “Haram hukumnya, shalat menghadap kubur para nabi dan para wali.” Serupa dengan itu, shalat di atas kuburan, mencari keberkahan, dan mengagungkan kuburan.

Adapun menjadikan kuburan sebagai sesembahan (berhala), hal itu dilarang, berdasarkan hadits Nabi : “Jangan kamu menjadikan kuburku sebagai berhala (sesembahan) yang disembah setelah aku meninggal dunia.” (al hadits). Jadi Maksud hadits ini adalah, jangan kamu mengagungkan kuburku seperti penganut agama lain, mengagungkan sesembahan-sesembahan (berhala-berhala)nya dengan sujud atau yang lain.

Imam Nawawi mengatakan “Tidak boleh melakukan thawaf mengelilingi makam Rasulullah. Tidak boleh pula menempelkan badan (perut dan punggung) pada dinding makam Rasulullah. Pendapat ini diucapkan oleh Imam Abu Ubaidillah al-Hulaimi dan lain-lain. Mereka mengatakan bahwa makruh (tidak boleh) hukumnya mengusap kubur Nabi Shallallahu’alaihiwassalam dan menciuminya. Yang baik sesuai dengan tata krama, adalah berdiri tegak jauh dari kubur Nabi Shallallahu’alaihi wassalam, seperti halnya orang yang berada di hadapan Nabi ketika beliau masih hidup, berada agak jauh dari beliau.(yang seharusnya adalah mengucapkan salam - sholawat kepada Nabi-pen).”

Imam al-Baghawi mengatakan, “Makruh (dibenci) hukumnya memasang tenda (naungan) di atas kuburan. Karena Syaidina Umar bin Khathab pernah melihat sebuah tenda di atas sebuah kuburan, kemudian beliau memerintahkan agar tenda itu dihilangkan. Kata beliau, “Biarlah amal mayat itu yang akan menaunginya”.

Sementara dalam kitab al-Minhaj dan Syarahnya, karya Imam Ibnu Hajar, terdapat keterangan yang intinya, “Dimakruhkan menembok kuburan dan membuat bangunan di atasnya. Demikian pula menulis sesuatu di atas kuburan, karena ada larangan yang shahih terhadap ketiga perbuatan ini, baik tulisan itu berupa nama mayit yang dikubur maupun tulisan yang lain, dan baik tulisan itu di atas papan yang dipasang di atas kepala mayit maupun di tempat yang lain.

Imam Nawawi Asy-Syafi’i mengatakan, “Larangan Nabi untuk menjadikan kuburan beliau dan kubur orang lain sebagai masjid, hal itu hanyalah khawatir terjadi sikap yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan kuburan, sehingga akan terjadi hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah (fitnah). Bahkan, bisa jadi hal itu dapat menyebabkan kekafiran, seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu.

Ketika para sahabat dan para tabi’in memerlukan perluasan pembangunan Masjid Nabawi, di mana umat Islam bertambah banyak, sementara perluasan masjid kemudian menjadikan rumah-rumah para istri Nabi berada di dalam masjid, termasuk dengan sendi-sendi rumah Aisyah di mana Nabi dimakamkan dan dua sahabat Beliau, Abu Bakar dan Umar, maka para sahabat dan tabi’in membuat tembok tinggi yang mengitari kubur Nabi Shallallahu’alaihi wassalam. Dengan demikian, kubur Nabi itu tidak kelihatan dari masjid. Karena bila tampak, hal itu dapat menyebabkan perbuatan yang dilarang.
Para shahabat dan tabi’in kemudian membuat tembok dari arah dua sudut di sebelah utara, dan dua. tembok itu dibuat miring sehingga keduanya bertemu. Dengan demikian orang yang shalat tidak dapat menghadap kubur Nabi Shallallahu’alaihi wassalam.”

Sementara orang yang senang membuat bangunan-bangunan diatas kubur, berpendapat bahwa membangun masjid di atas kubur itu boleh. Dalilnya adalah kisah Ash-habul Kahfi, di mana orang-orang itu membangun masjid di atas kubur Ash-habul Kahfi. Maka Imam al-Hafizh Ibnu Katsir menjawab kesalahpahaman ini dengan dua jawaban: (1) Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang-orang kafir dan musyrik. Oleh karena itu, hal itu tidak dapat dijadikan hujjah (dalil); (2) Sekiranya perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang Islam, maka mereka itu bukanlah orang-orang terpuji dalam perbuatan tersebut.

Para ulama madzhab Syafi’i juga memperingatkan umat akan contoh-contoh kesyirikan agar hal itu dijauhi, seperti berdo’a dan minta tolong kepada selain Allah, bersujud kepada selain Allah, ruku’ kepada selain Allah, nadzar kepada selain Allah, menyembelih binatang untuk selain Allah, keyakinan bahwa seseorang itu dapat mengetahui hal-hal yang ghaib, bersumpah dengan menyebut selain Allah”, menyatakan “Apa yang dikehendaki oleh Allah dan kamu”, dan mempunyai keyakinan bahwa sihir itu sendiri memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang”.

Jadi semua sumpah dengan menyebut nama-nama selain nama Allah, dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam. Beliau Shallallahu’alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya Allah melarang kamu bersumpah dengan menyebut (nama-nama) nenek moyangmu. Siapa yang mau bersumpah, hendaknya bersumpah dengan menyebut nama Allah, atau diam saja.”

Imam Syafi’I berkata, “Semua orang yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, saya tidak menyukai ia melakukan itu. Dan saya khawatir sumpahnya itu menjadi maksiat.

Salah satu kesyirikan yang banyak terjadi dikalangan kaum muslimin, mereka meramai-ramai melakukan perjalanan (tour) mengunjungi tempat-tempat ‘keramat’ baik itu berupa kuburan para wali atau para sholihin dalam rangka membayar nadzar atau mencari berkah. Yang mana amalan tersebut dilarang oleh Rasulullah dan para ulama syafi’iyyah, sebagaimana dalam kitab Syarh al-Minhaj, Imam al-Rafi’i Asy-Syafi’I mengatakan, “Adapun nadzar yang diperuntukkan kepada makam-makam “keramat”, yaitu pada kubur seorang wali, ulama atau nama wali yang menempatinya, atau tempat-tempat yang dikeramatkan karena sering dikunjungi para wali atau orang-orang shaleh, maka apabila orang yang melakukan nadzar tersebut bermaksud, dan ini yang banyak terjadi dan dilakukan orang-orang awam, untuk mengagungkan bumi, tempat, atau ruangan, orang yang dimakamkan di situ, atau orang-orang yang ada kaitannya dengan tempat-tempat itu, atau dengan niat mengagungkan suatu nama, maka nadzar tersebut batal, tidak sah.”

Seharusnya mencintai orang-orang shaleh hakikatnya adalah sejalan dan sesuai dengan Al-Kitab dan Sunnah menurut pemahaman para Salaf Ash-Sholeh. Adapun caranya adalah dengan mengetahui keutamaan-keutamaan mereka dan mencontohnya dalam amalan-amalan yang sholeh tanpa meremehkan atau bersikap berlebih-lebihan terhadap mereka. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 10.

Kemudian Al-‘Allamah Ali as-Suwaidi asy-Syafi’I juga menjelaskan contoh kesyirikan yang lain, beliau mengatakan, “…cabang-cabang dari pohon kesyirikan itu. Seperti takhayul (klenik), bersumpah dengan menyebutkan benda-benda yang mereka jadikan tuhan (perantara), menggantungkan mantra-mantra, benda-benda pengasih (sikep, pelet, pemanis), dan jimat-jimat untuk memperoleh atau menolak apa yang mereka kehendaki. Maka dengan perbuatan itu mereka telah menyepadankan dan menyekutukan antara Allah Ta’ala dengan makhluk-Nya…”

Akhirnya,inilah sedikit bentuk-bentuk kesyirikan yang dijelaskan oleh para ulama madzhab syafi’I agar umat menjauhinya demi keselamatan dunia dan akhirat. Renungkanlah!!! Wallahu a’lam bishshowab.

Maraji’: Diringkas dengan perubahan dari buku “ Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafi`i “ karya Dr. Abdur Rahman al-Khumayyis.

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-2 Tahun I: Jumadil Awwal 1430 H/ Mei 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048 )

KEUTAMAAN DZIKIR PAGI DAN SORE

Oleh: Abu Umair



Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah.

Wahai saudaraku seiman, Sudah berapa banyak nikmat Allah Ta’ala yang sudah kita gunakan? Sudah berapa banyak nikmat Allah Ta’ala yang kita dustakan atau lalaikan? Pertanyaan inilah yang harus dipahami oleh seluruh manusia terutama seorang muslim dalam lubuk hatinya. Seorang muslim hendaknya bersyukur terhadap nikmat yang diberikan Allah Ta’ala kepadanya. Salah satu ungkapan rasa syukur kita adalah memperbanyak mendekatkan diri kepada Sang Khaliq Rabbul ’alamin, dengan cara selalu mengingat Allah ta’ala (dzikrullah) dimana saja, kapan saja.
Namun disayangkan, dzikrullah banyak dilalaikan kebanyakan kaum muslimin. Mereka hanya mengingat kepada Allah Ta’ala disaat menghadapi musibah saja dan apabila dalam keadaan senang, mereka sering lupa dan sibuk dengan kegemerlapan dunia. Padahal sangat banyak ayat ataupun hadits yang menerangkan keutamaan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Bahkan Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan dan menganjurkan kepada kita agar senantiasa berdzikir dan mengingat-Nya. Jangan sampai harta, anak-anak ataupun kegiatan duniawi melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi." (Al-Munaafiquun:9)
Dari ’Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata: ”Rasulullah selalu berdzikir kepada Allah Ta’ala pada setiap saat” (HR. Muslim)
Di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan untuk dibaca dan diamalkan adalah dzikir pagi dan sore. Dzikir pagi dilakukan setelah shalat shubuh sampai terbit matahari atau sampai matahari meninggi saat waktu dhuha, kira-kira jam tujuh atau jam delapan. Adapun dzikir sore dilakukan setelah shalat 'ashar sampai terbenam matahari atau sampai menjelang waktu 'isya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
”Dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu pada waktu sore dan pagi” (QS. Al-Mu’min: 55)

Banyak sekali keutamaan dzikir pagi dan sore sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun bacaannya dan penjelasan tentang keutamaannya adalah sebagai berikut:

1. Membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ

Dibaca sekali ketika pagi dan sore. Dari Anas yang dia memarfu'kannya (sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), "Sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan/memerdekakan empat orang dari keturunan Nabi Isma'il (bangsa 'Arab). Dan sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat 'ashar sampai terbenamnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan empat orang (budak)." (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Imam Al-Albaniy dalam Shahih Abu Dawud 2/698)

2. Membaca ayat kursi (Al-Baqarah:255)
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. "Barangsiapa membacanya di pagi hari maka akan dilindungi dari (gangguan) jin sampai sore, dan barangsiapa yang membacanya di sore hari maka akan dilindungi dari gangguan mereka (jin)." (HR. Al-Hakim)

3. Membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas.
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. "Barangsiapa yang membacanya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka dia akan dicukupi dari segala sesuatu." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy)

4. Membaca:

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ
Jika sore hari membaca:
أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ ... رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا ...
Dibaca sekali(1x) (HR. Muslim dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu)

5. Membaca:
اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ

Jika sore hari membaca: اللَّهُمَّ بِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
Dibaca sekali. (HR. At-Tirmidziy)

6. Membaca:
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Dibaca 10x ketika pagi dan sore. "Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku ketika pagi sepuluh kali dan ketika sore sepuluh kali maka dia akan mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat." (HR. Ath-Thabraniy dengan dua sanad, salah satu sanadnya jayyid)

7. Membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. "Barangsiapa yang mengucapkannya dalam keadaan yakin dengannya ketika sore hari lalu meninggal di malam harinya, niscaya dia akan masuk surga. Dan demikian juga apabila di pagi hari." (HR. Al-Bukhariy)

8. Membaca:

اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud, Ahmad, An-Nasa`iy dan Ibnus Sunniy, serta Al-Bukhariy dan dihasankan sanadnya oleh Imam Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.26)

9. Membaca: أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Dibaca 100x dalam sehari. (HR. Al-Bukhariy dan Muslim)

10. Membaca:

اللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidziy,)

11. Membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 100x ketika pagi. "Barangsiapa yang membacanya seratus kali dalam sehari maka (pahalanya) seperti membebaskan sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan, dihapus darinya seratus kesalahan, dan dia akan mendapat perlindungan dari (godaan) syaithan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali seseorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu."(HR. Al-Bukhariy - Muslim)

12. Membaca:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Al-Hakim dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy 1/545, lihat Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
13. Membaca:

أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ الإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Jika sore hari membaca:

... أَمْسَيْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِDibaca sekali. (HR. Ahmad, Ibnus Sunniy)

14. Membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
Dibaca 100x ketika pagi dan sore. "Barangsiapa yang membacanya seratus kali ketika pagi dan sore maka tidak ada seorang pun yang datang pada hari kiamat yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali seseorang yang membaca seperti apa yang dia baca atau yang lebih banyak lagi." (HR. Muslim)
15. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 10x. (HR. An-Nasa`iy) Atau dibaca sekali ketika malas/sedang tidak bersemangat. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

16. Membaca:
بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. "Barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan tiga kali ketika sore, tidak akan membahayakannya sesuatu apapun." (HR. Abu Dawud, At- Tirmidziy, Ibnu Majah dan Ahmad)

17. Membaca: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Dibaca 3x ketika pagi. (HR. Muslim 4/2090)

18. Membaca: اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Dibaca sekali ketika pagi. (HR. Ibnus Sunniy, Ibnu Majah dan dihasankan sanadnya oleh 'Abdul Qadir dan Syu'aib Al-Arna`uth di dalam tahqiq Zaadul Ma'aad 2/375)

19. Membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنَّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ، وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ، اللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ، وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah,)

20. Membaca: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Dibaca 3x ketika sore. "Barangsiapa yang mengucapkannya ketika sore tiga kali maka tidak akan membahayakannya panasnya malam itu." (HR. Ahmad, At-Tirmidziy dan Ibnu Majah)

Inilah di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan dibaca ketika pagi dan sore. Betapa besarnya keutamaan amalan tersebut! Selayaknya bagi kita untuk melaksanakannya semaksimal mungkin. Jangan sampai terlewat pahala yang begitu besar ini. Jangan sampai waktu kita terbuang untuk ngobrol kesana kemari yang sifatnya mubah sehingga hilanglah kesempatan mendapatkan pahala yang besar ini. Konsentrasikanlah setelah shalat shubuh dengan dzikir.
Janganlah waktu ini disibukkan dengan urusan lain yang kurang penting. Kecuali amalan lain yang mempunyai keutamaan yang besar seperti majelis ta'lim atau urusan lainnya yang sifatnya sangat urgen dan mendesak. Mudahan-mudahan kita mendapatkan pahala yang besar ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tersebut. Aamiin. Wallaahu A'lam bishshowab.

Maraaji': Kitab Hishnul Muslim karya Asy-Syaikh Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Kitab Riyadhush Shalihin karya Imam Nawawi asy-syafi’i dan referensi lainnya yang shohih.

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-1 Tahun I: Rabi’ul Akhir 1430 H/ April 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048 )