Wasiat Untuk Keluarga Dan Anak-Anak

on Sabtu, 05 Juni 2010

Wahai saudaraku muslim! Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

Artinya, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka{laki-laki}atas sebagian yang lain {wanita}dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa: 34)

Allah telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi para wanita dan ini sesuai dengan fitrah dan naluri manusia, agar alam ini berjalan sesuai dengan hukum-hukum Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Maka bagi laki-laki memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik dan benar yang akan menjamin kebahagian dunia dan akhirat. Dan pendidikan yang paling penting adalah mengajarkan mereka agama dan adab-adab Islam sebagai realisasi dalam meneladani Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan meniti kehidupan sesuai dengan ajarannya. Wahai para ayah ajarkan dan didiklah anak-anak kalian dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang sholih.

Ajarkan juga pokok-pokok keimanan yang telah diterangkan oleh Al-Qur‘an dan biasakanlah mereka untuk berpegang teguh dengan rukun-rukun Islam. Ajarkan kepada istri dan anak-anak kalian untuk mencintai Allah, tancap-kan keimanan, kecintaan, penghormat-an, dan pengagungan terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam di dalam hati mereka. Mereka wajib untuk menaati apa yang diperin-tahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, membenarkan setiap berita yang beliau sampaikan dan menjauhi apa yang dilarangnya dan tidak beribadah kepada Allah, melain-kan sesuai dengan apa yang dia syariatkan. Barang siapa yang berpaling dari petunjuknya, maka dia termasuk ahlul bid’ah.

Ajarkan mereka untuk mencintai sahabat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia sebagai imam yang telah mendapatkan petunjuk yang lurus. Terangkan kepada mereka bagaimana sahabat beribadah, berakhlak dengan akhlak yang mulia, berilmu yang luar biasa, bersungguh-sungguh dalam beragama. Dan terangkan juga tentang jihad dan perjuangan mereka di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hingga akhirnya melalui mereka Allah membuka hati dan telinga umat manusia, membuka negara-negara dan kerajaan-kerajaan, dan menghukum orang orang kafir dan munafik dengan kehinaan.

Dan terangkan juga tentang sejarah hidup mereka yang luar biasa, bagai-mana kebenaran Iman mereka dan sempurnanya mereka di dalam mengikuti Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , dalam beribadah, berjihad dan menginfaqkan harta yang amat banyak dalam rangka untuk mencari ridha Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Dan tanamkan kepada mereka bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang mau mengikuti Sahabat Rasullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan orang yang celaka adalah yang mencela, mendiskreditkan mereka serta menempuh jalan kehidu-pan selain jalan mereka.

Dan perintahkan kepada mereka untuk menunaikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, perintahkan anak laki-laki supaya berjamaah di masjid bersama kaum muslimin, dan yang perempuan supaya berjamaah bersama ibu mereka di rumah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya,“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepa-damu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa." (Thaha: 132)

Dan juga pisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan ketika mereka berumur sepuluh tahun, jauhkan mereka dari kawan yang jelek. Tumbuhkanlah mereka dengan ahklaq ahlu iman, seperti berbakti kepada orang tua, silaturahim, bergaul dengan baik terhadap saudara seagama, senang bersedekah, berbuat yang ma‘ruf dan kebaikan, menghormati tetangga dan tamu, dan mencegah dari perbuatan jelek serta menyakiti sesama manusia.

Dan ajarkan juga tentang keimanan kepada qadla dan qadar, ajarkan agar selalu menghadapi takdir dengan menyerahkannya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagai Rabb yang mengatur seluruh alam. Karena sesungguhnya Allah yang memberi dan Allah yang memgambil, segala sesuatu datang dari sisi-Nya sesuai dengan waktu yang ditentukan-Nya. Orang yang berbahagia adalah orang yang beriman kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya serta berusaha keras mencari jalan-jalan (wasilah) yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Orang yang celaka adalah orang yang menuyelisihi-Nya, bermaksiat terhadap perintah-Nya, menentang-Nya, kufur terhadap-Nya, benci terha-dap ketentuan-Nya dan berpaling dari takdir-Nya.
Jauhilah perkara-perkara yang mengantarkan kepada kemurkaan Allah Subhannahu wa Ta'ala yang mengakibatkan dimasuk-kan ke dalam api neraka bersama orang-orang kafir Allah Ta‘ala berfirman,
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu menger-jakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka, dengan membuka pintu-pintu kebaikan kepada anak dan istri kalian dan selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan-kebaikan tersebut, selalu memberi dorongan kepada mereka untuk melaksanakannya, dan hendaknya kalian menjadi teladan bagi seluruh anggota keluarga.

Jangan sekali-kali meremehkan pendidikan terhadap keluarga kalian, dan jangan menganggap ringan dalam mengarahkan dan menunjuki mereka didalam kebaikan, karena kalian bertanggung jawab atas mereka.

Bersabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam ,
“Sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada setiap pemimpin amanah yang diembankan kepadanya; apakah dia menjaganya atau menyia-nyiakannya, sampai seseorang ditanyai tentang keluarganya” (HR. An-Nasai)

Dan bersemangatlah dalam mendidik mereka di dalam kebaikan dunia dan akhirat. Semoga Allah menjadikan kita seperti orang-orang yang Allah firmankan,
Artinya, “Yaitu surga 'Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan) "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesuda-han itu.” (Ar-Ra’d : 23-24)

Dan bersungguh-sungguhlah dalam mengajarkan mereka tentang Kitabullah dan as-Sunnah serta atsar-atsar (perikehidupan) salafusholih, maka Allah akan memberikan kemuliaan kepada kalian lebih dari yang kalian harapkan, dan akan mengamankan kalian dari mara bahaya apa pun, akhirnya Allah akan mengumpulkan kalian bersama anak dan istri kalian disurga-surga dan akan duduk ditempat orang-orang yang terhormat. Allah berfirman,
Artinya, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (At-Thur : 21)

Sesungguhnya seorang ayah apabila memberikan perhatian serius di dalam mendidik anak dan istrinya serta orang-orang yang menjadi tanggung jawab-nya, maka ia ibarat seseorang yang menebarkan di atas bumi yang subur benih-benih yang paling bermanfaat dan paling baik, yang kelak dengannya akan mendatangkan buah yang melim-pah dan hasil (panen) yang baik.

Tetapi apabila meremehkan pendidikan keluarga dan merasa cukup dengan sekedar memberikan makan, minum, pakaian dan lainnya, kemudian ia tinggalkan begitu saja seperti bina-tang ternak, tidak mengetahui yang halal dan yang haram, dan tidak menunaikan kewajiban dan tanggung jawab, dan tidak ada rasa penghormatan kepada yang tua dan tidak ada belas kasihan terhadap yang muda, maka yang seperti itu justru akan menjadi azab bagi diri mereka, keluarga dan masyarakat seluruhnya.
Padahal setiap muslim akan ditanya di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala tentang beban tanggung jawab yang dipikulnya. Apakah ia tunaikan dan pelihara atau malah justru melalaikan dan menyia-nyiakannya.

Sesungguhnya anak-anak kita, belahan hati kita adalah pemuda-pemuda di hari ini dan merupakan generasi penerus untuk masa depan, jangan kalian melupakan doa untuk mereka, supaya mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah Subhannahu wa Ta'ala agar menempuh jalan yang dicintai Allah dan diridhai-Nya.
Artinya, “Ya Rabb kami, anugerah-kanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Sumber : Buletin, “al-Washiah bil Ahl wal Aulad.” (Azhar/alsofwah)

http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=465

Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab

Penulis: Al-Ustadz Muhammad Kamil Abd Al-Shomad


Rasulullah bersabda, “Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud) Rasulullah bersabda, “Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)

Penelitian ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat. Majalah kedokteran Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta, diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin bertambah dan menyebar sampai di kaki. Dan sebab utama penyakit kanker ganas ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari, dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari kanker ganas.

Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di da’wahi oleh Rasulullah. Tentang hal ini Allah berfirman: Dan ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur’an) adalah benar dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)

Dan sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu, yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat, pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan berjemur di sana) yang mereka kenakan. Dan penyakit ini terkadang mengenai seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda. Yang muncul pertama kali adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya.

Terkadang juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung. Orang yang menderita kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini), dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.

Dari sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas syari’at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena “adzab dunia” seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari’at yang bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab), bahkan malah tetap bertabarruj???

( Sumber: Al-I’jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad/alsofwah )

sumber: http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=471

Ilmu, Perhiasan Tak Ternilai Bagi Muslimah

Penulis: Ummu Abdillah bintu Mursyid


Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan pedoman hidup seorang hamba semua telah diatur dalam syariat Islam.

Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan pemahaman As Salafus Shalih sebagai pengikat aturan hidupnya. Petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ini tidak mungkin dapat diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal (mukallaf) untuk menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan. Lihat kitab Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadllihi karya Ibnu ‘Abdil Bar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang dapat menegakkan agama seseorang, seperti dalam perkara shalatnya, puasanya, dan semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib diamalkan manusia maka wajib pula mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan, syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang dapat menyempurnakan kewajibannya.

Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bersendiri dalam Mencipta, Mengatur, Memiliki, dan Memberi Rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah berfirman :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56)

Seseorang tidak akan berada di atas hakikat agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi kecuali dengan menuntut ilmu Dien (Agama Islam).

Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah juga wajib mengenal Nabi-Nya, yaitu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, karena beliau merupakan perantara antara Allah dengan manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai dengan makna persaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati segala yang beliau perintahkan, membenarkan segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (Al Hasyr : 7)

Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu terlebih dahulu.
Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang Muslimah juga wajib mengenal agama Islam sebagai agama yang dianutnya, dengan memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki pendirian kokoh, tidak mudah terombang-ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti, dan kejelasan dari agamanya.

Inilah masalah pertama yang disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam bukunya Al Ushuluts Tsalatsah, yaitu berilmu sebelum beramal dan berdakwah.

Seorang Muslimah juga wajib membekali dirinya dengan ilmu sebelum memasuki jenjang pernikahan, sehingga ia dapat menunaikan kewajibannya sesuai dengan tuntunan syariat.
Sebagai isteri, seorang Muslimah dituntut agar menjadi isteri yang shalihah, sehingga ia dapat menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya. Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat wanita shalihah :
“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka.” (An Nisa’ : 34)

Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mentaati-Nya, mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan kehormatannya tatkala suaminya tidak ada.
Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini, seorang Muslimah membutuhkan ilmu.

Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi anak- anak yang shalih dan shalihah. Di bawah kepemimpinan suami, isteri adalah penjaga rumah tangga suami dan anak-anaknya, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwasanya beliau bersabda :
“Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya inilah yang termasuk perkara yang akan ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati karena keshalihan mereka.

Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada orang tuanya selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya… .” (Al Ankabut : 8)

Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :
“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)

Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah tidak bisa lepas dari ilmu.
Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan dan kebid’ahan.

Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah yang durhaka pada suami atau orang tuanya. Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik anak sehingga muncullah generasi yang berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Karena kebodohannya pula, banyak Muslimah yang tidak mengetahui bagaimana ia harus menjaga kehormatannya, sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari yang demikian itu.

Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Aku berdiri di muka pintu Syurga, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang- orang miskin, sedang orang-orang kaya masih tertahan oleh perhitungan kekayaannya. Dan ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka. Dan ketika aku berdiri di dekat pintu neraka, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum Muslimah masa kini akan menjadi baik bila mereka mau mencontoh para Muslimah generasi terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka sangat memperhatikan dan bersemangat dalam menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Seorang wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan berkata :
‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu yang kami datang pada hari tersebut agar engkau mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda : ‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’ Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatangi mereka dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun sangat bersemangat mengajar para shahabiyah, sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memutuskan udzur wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu ‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu ‘anha, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyuruh kami mengeluarkan wanita yang merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun yang haid memisahkan diri dari tempat shalat, dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.’”

Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang dididik dalam madrasah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sehingga beliau menjadi wanita yang berilmu dan shalihah.

Imam Az Zuhri rahimahullah berkata : ”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.”

Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan, dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.”

Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia adalah orang yang paling mengetahui hadits-haditsnya ‘Aisyah.”

Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu Sirin yang masyhur dengan ibadahnya, kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits- haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan keilmuan, amalan, dan zuhudnya.

Demikianlah –wahai saudariku Muslimah– mereka adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya :
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadilah : 11)

Semoga Allah memudahkan jalan bagi kita untuk menuntut ilmu dan memberikan ilmu yang bermanfaat. Amin. Wallahu A’lam Bis Shawab.

Maraji’ :
1. Al Qur’anul Karim
2. Inayatun Nisa’ bil Hadits An Nabawi. Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman.
3. Nisa’ Haula Ar Rasul. Mahmud Mahdi Al Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy Syalbi.
4. Riyadlus Shalihin. Imam Nawawi.
5. Bahjatun Nadhirin. Salim bin ‘Ied Al Hilali.
6. Aisarut Tafasir. Abu Bakar Jabir Al Jazairi.
7. Hasyiyah Ats Tsalatsah Al Ushul. Muhammad bin Abdul Wahhab.

(Ummu Abdillah bintu Mursyid/ Darussunnah)

Nasihat Kepada Para Gadis Remaja

Dengan terbata-bata dan diiringi linangan air mata penyesalan seorang remaja putri bertutur,

“Peristiwa ini bermula hanya dari pembicaraan melalui telepon antara diriku dengan seorang pria, lalu berlanjut membuahkan kisah cinta di antara kami. Ia merayu bahwa dirinya sangat mencintaiku dan ingin segera meminangku. Dia berharap dapat bertemu muka denganku, namun aku sungguh merasa keberatan, bahkan aku mengancam ingin menjauhi dirinya, kemudian menyudahi hubungan ini. Akan tetapi aku tak kuasa melakukan itu. Maka aku putuskan dengan mengirimkan fotoku dalam sebuah surat cinta yang semerbak dengan wangi aroma bunga mawar.

Gayung bersambut suratku pun dibalas olehnya, dan semenjak itu kami sering saling kirim surat. Suatu ketika melalui surat, ia mengajakku untuk keluar pergi berduaan, aku menolak dengan keras ajakan itu. Tetapi ia balik mengancam akan membeberkan semua tentang diriku, foto-fotoku, surat cintaku, dan obrolanku dengannya selama ini melalui telepon, yang ternyata ia selalu merekamnya. Aku benar-benar dibuat tak berdaya oleh ancamannya.

Akhirnya aku pun pergi keluar bersamanya dan berharap dapat pulang kembali ke rumah dengan secepatnya. Memang aku pun akhirnya pulang, namun sudah bukan sebagai diriku yang dulu lagi, aku telah berubah. Aku kembali ke rumah dengan membawa aib yang berkepanjangan, dan suatu ketika kutanyakan kepadanya, “Kapan kita akan menikah?” Apakah tidak secepatnya? Namun ternyata jawaban yang ia berikan sungguh menyakitkan, dengan nada menghina dan merendahkanku ia berkata, “Aku tak mau menikah dengan wanita rendahan sepertimu!”

Wahai saudariku tercinta!

kini engkau tahu bagaimana akhir dari hubungan kami yang jelas-jelas terlarang dalam agama ini. Oleh karena itu waspada dan berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus dalam hubungan semacam itu. Jauhilah teman yang buruk perangai, yang suatu saat bisa saja ia menjerumuskanmu lalu menyeretmu ke dalam pergaulan yang rendah dan terlarang. Ia hiasi itu semua sehingga seakan-akan menarik dan merupakan hal biasa yang tidak akan berakibat apa-apa, tak akan ada aib dan lain sebagainya.

Jangan percaya omongannya, sekali lagi jangan gampang percaya! Itu semua tak lain adalah tipu daya yang dilancarkan oleh syetan dan teman-temannya. Dan jika engkau tak mau berhati-hati maka sungguh hubungan haram itu akan berakibat sebagaimana yang telah kusebutkan di atas atau bahkan lebih parah dan menyakitkan lagi.

Berhati-hatilah jangan sampai engkau terpedaya dengan bujuk rayu para laki-laki pendosa itu yang kesukaannya hanya mempermainkan kehormatan orang lain. Mereka adalah pembohong, pendusta dan pengkhianat, walau salah satu dari mulut mereka terkadang menyampaikan kejujuran dan keikhlasan. Apa yang diinginkan mereka adalah sama, dan semua orang yang berakal mengetahui itu, seakan tiada yang tersembunyi. Berapa kali kita mendengarkan, demikian juga selain kita tentang perilaku keji mereka terhadap para gadis remaja.

Namun sayang seribu sayang bahwa sebagian para gadis tak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa memalukan yang menimpa gadis lainnya. Mereka tak mempercayai segala ucapan dan nasehat yang diberikan kecuali setelah peristiwa itu benar-benar menimpa, dan setelah terlanjur menjadi korban kebiadaban lelaki amoral itu. Tatkala musibah dan aib yang mencoreng muka telah terjadi, maka ketika itulah ia baru terbangun dari keterlenaannya, timbullah penyesalan yang mendalam atas segala yang telah dilakukannya. Ia berangan-angan agar aib, derita, dan kegetiran itu segera berakhir, namun musim telah berlalu dan segalanya telah terjadi,yang hilang tiada mungkin kembali! “Mengapa semua jadi begini?”

Saudariku Tercinta!

Bagi yang terlanjur jatuh dalam hubungan yang haram dan terlarang, jika mau berpikir maka tentu ia akan menjauhi cara seperti itu sejak awal mulanya. Sehingga tak seorang pun bisa mengajaknya demikian berpetualang dalam cinta. Sebab dalam petualangan tersebut mempertaruhkan sesuatu yang paling mulia yang merupakan lambang harga diri dan kesucian wanita. Jika sekali telah hilang, maka tak akan mungkin kembali selamanya. Wanita mana yang menginginkan agar miliknya yang paling berharga hilang begitu saja dengan sia-sia demi kesenangan sekejap? Lalu setelah itu kembali ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat dalam keadaan terhina dan tersisih tiada mampu mendongakkan kepala?

Tiada lagi laki-laki yang mengingin kannya, hidup terkucil dan penuh kerugian yang selalu mengiringi sisa umurnya. Hatinya makin teriris manakala melihat teman sebayanya atau yang lebih muda telah menjadi seorang istri, seorang ibu rumah tangga dan pendidik generasi muda.

Oleh karena itu wahai saudariku, pikirkanlah semua ini! Jauhilah olehmu hubungan muda-mudi yang melanggar aturan agama agar engkau tidak menjadi korban selanjutnya. Ambillah pelajaran dari peristiwa yang menimpa gadis selainmu, dan jangan sampai engkau menjadi pelajaran yang diambil oleh mereka. Ketahuilah bahwa wanita yang terjaga kehormatannya itu sangatlah mahal, jika ia mengkhianati dan tak menjaga kehormatan itu, maka kehinaanlah yang pantas baginya. Tetaplah engkau pada kondisi jiwamu yang suci dan mulia dan janganlah sekali-kali engkau membuatnya hina serta menurunkan martabat dan ketinggian nilainya.

Jangan kau kira bahwa untuk mendapatkan seorang suami yang baik hanya dapat diperoleh melalui obrolan lewat telepon ataupun pacaran dan pergaulan bebas. Banyak di antara mereka yang jika dimintai pertanggung jawaban agar segera menikah justru mengatakan:

Bagaimana mungkin aku menikahi wanita sepertinya.
Bagaimana pula aku rela dengan tingkah laku dan caranya.
Bagi wanita yang telah mengkhianati kehormatannya sehari saja.
Maka tiada mungkin bagi diriku untuk memperistrinya.

Bila engkau tak menginginkan jawaban yang menyakitkan seperti ini maka jangan sekali-kali menjalin hubungan terlarang, cegahlah sedini mungkin. Selagi dirimu dapat mengen-dalikan segala urusan yang menyangkut pribadimu, maka kemuliaan dan harga diri akan terjaga. Carilah suami dengan cara yang baik dan benar, sebab kalau toh engkau mendapatkannya dengan cara gaul bebas dan cara-cara lain yang tidak benar, maka biasanya akan berakibat tersia-sianya rumah tangga dan bahkan perceraian. Rata-rata kehidupan mereka dipenuhi oleh duri, saling curiga, menuduh, dan penuh ketidakpercayaan.

Jangan kau percayai propaganda sesat yang berkedok kemajuan zaman atau mereka yang menggembar-gemborkan kebebasan kaum wanita yang mengharuskan menjalin cinta terlebih dahulu sebelum menikah. Janganlah terkecoh, sebab cinta sejati tak akan ada kecuali setelah menikah. Sedang selain itu, maka pada umumnya adalah cinta semu, hanya mengikuti angan-angan dan fatamorgana, sekedar menuruti kesenangan, hawa nafsu, dan pelampiasan emosi belaka.

Ingatlah bahwa kehidupan dunia ini sangatlah singkat dan sementara, mungkin sebentar lagi engkau akan meninggalkannya. Maka jika ternyata engkau telah terkhilaf dengan dosa-dosa segera saja bertaubat memohon ampunan sebelum ada dinding penghalang antara taubat dengan dirimu. Demi Allah nasihat ini kusampaikan dengan tulus untukmu dan itu semua semata-mata karena rasa sayang dan cintaku kepadamu.

Sumber: Buletin Darul Wathan “nihayatu fatah” [alsofwah]

sumber: http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=475

Cinta Dan Mencintai Allah

Definisi Cinta

Imam Ibnu Qayyim mengatakan, “Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; memba-tasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka ba-tasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.

Kebanyakan orang hanya membe-rikan penjelasan dalam hal sebab-musabab, konsekuensi, tanda-tanda, penguat-penguat dan buah dari cinta serta hukum-hukumnya. Maka batasan dan gambaran cinta yang mereka berikan berputar pada enam hal di atas walaupun masing-masing berbeda dalam pendefinisiannya, tergantung kepada pengetahuan,kedudukan, keadaan dan penguasaannya terhadap masalah ini. (Madarijus-Salikin 3/11)

Beberapa definisi cinta:

* Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang dicintai).

* Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya.

* Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia daripada diri dan harta sendiri, seia sekata dengannya baik dengan sembunyi-sebunyi maupun terang-terangan, kemudian merasa bahwa kecintaan tersebut masih kurang.

* Mengembaranya hati karena mencari yang dicintai sementara lisan senantiasa menyebut-nyebut namanya.

* Menyibukkan diri untuk mengenang yang dicintainya dan menghinakan diri kepadanya.

PEMBAGIAN CINTA

* Cinta ibadah
Ialah kecintaan yang menyebabkan timbulnya perasaan hina kepadaNya dan mengagungkanNya serta bersema-ngatnya hati untuk menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangaNya.
Cinta yang demikian merupakan pokok keimanan dan tauhid yang pelakunya akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang tidak terhingga.
Jika ini semua diberikan kepada selain Allah maka dia terjerumus ke dalam cinta yang bermakna syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam hal cinta.

* Cinta karena Allah
Seperti mencintai sesuatu yang dicintai Allah, baik berupa tempat tertentu, waktu tertentu, orang tertentu, amal perbuatan, ucapan dan yang semisalnya. Cinta yang demikian termasuk cinta dalam rangka mencintai Allah.

* Cinta yang sesuai dengan tabi’at (manusiawi),
yang termasuk ke dalam cintai jenis ini ialah:
o Kasih-sayang, seperti kasih-sayangnya orang tua kepada anaknya dan sayangnya orang kepada fakir-miskin atau orang sakit.

o Cinta yang bermakna segan dan hormat, namun tidak termasuk dalam jenis ibadah, seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya, murid kepada pengajarnya atau syaikhnya, dan yang semisalnya.

o Kecintaan (kesenangan) manusia kepada kebutuhan sehari-hari yang akan membahayakan dirinya kalau tidak dipenuhi, seperti kesenangannya kepada makanan, minuman, nikah, pakaian, persaudaraan serta persahabatan dan yang semisalnya.

Cinta-cinta yang demikian termasuk dalam kategori cinta yang manusiawi yang diperbolehkan. Jika kecintaanya tersebut membantunya untuk mencintai dan mentaati Allah maka kecintaan tersebut termasuk ketaatan kepada Allah, demikian pula sebaliknya.

KEUTAMAAN MENCINTAI ALLAH

* Merupakan Pokok dan inti tauhid
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’dy, “Pokok tauhid dan inti-sarinya ialah ikhlas dan cinta kepada Allah semata. Dan itu merupakan pokok dalam peng- ilah-an dan penyembahan bahkan merupakan hakikat ibadah yang tidak akan sempurna tauhid seseorang kecuali dengan menyempurnakan kecintaan kepada Rabb-nya dan menye-rahkan seluruh unsur-unsur kecintaan kepada-Nya sehingga ia berhukum hanya kepada Allah dengan menjadikan kecintaan kepada hamba mengikuti kecintaan kepada Allah yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenteraman. (Al-Qaulus Sadid,hal 110)

* Merupakan kebutuhan yang sangat besar melebihi makan, minum, nikah dan sebagainya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata: “Didalam hati manusia ada rasa cinta terhadap sesuatu yang ia sembah dan ia ibadahi ,ini merupakan tonggak untuk tegak dan kokohnya hati seseorang serta baiknya jiwa mereka. Sebagaimana pula mereka juga memiliki rasa cinta terhadap apa yang ia makan, minum, menikah dan lain-lain yang dengan semua ini kehidupan menjadi baik dan lengkap.Dan kebutuhan manusia kepada penuhanan lebih besar daripada kebutuhan akan makan, karena jika manusia tidak makan maka hanya akan merusak jasmaninya, tetapi jika tidak mentuhankan sesuatu maka akan merusak jiwa/ruhnya. (Jami’ Ar-Rasail Ibnu Taymiyah 2/230)

* Sebagai hiburan ketika tertimpa musibah
Berkata Ibn Qayyim, “Sesungguh-nya orang yang mencintai sesuatu akan mendapatkan lezatnya cinta manakala yang ia cintai itu bisa membuat lupa dari musibah yang menimpanya. Ia tidak merasa bahwa itu semua adalah musibah, walau kebanyakan orang merasakannya sebagai musibah. Bahkan semakin menguatlah kecintaan itu sehingga ia semakin menikmati dan meresapi musibah yang ditimpakan oleh Dzat yang ia cintai. (Madarijus-Salikin 3/38).

* Menghalangi dari perbuatan maksiat.
Berkata Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah): “Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat kepada-Nya, tidak me-nyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.

Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah.Dan ada perbedaan antara orang yang tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat karena mencintainya.

Sampai pada ucapan beliau, “Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati dan raganya.Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya. (Thariqul Hijratain, hal 449-450)

* Cinta kepada Allah akan menghilangkan perasaan was-was.
Berkata Ibnu Qayyim, “Antara cinta dan perasaan was-was terdapat perbedaan dan pertentangan yang besar sebagaimana perbedaan antara ingat dan lalai, maka cinta yang menghujam di hati akan menghilangkan keragu-raguan terhadap yang dicintainya.
Dan orang yang tulus cintanya dia akan terbebas dari perasaan was-was karena hatinya tersibukkan dengan kehadiran Dzat yang dicintainya tersebut. Dan tidaklah muncul perasaan was-was kecuali terhadap orang yang lalai dan berpaling dari dzikir kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala , dan tidaklah mungkin cinta kepada Allah bersatu dengan sikap was-was. (Madarijus-Salikin 3/38)

* Merupakan kesempurnaan nikmat dan puncak kesenangan.
Berkata Ibn Qayyim, “Adapun mencintai Rabb Subhannahu wa Ta’ala maka keadaannya tidaklah sama dengan keadaan mencin-tai selain-Nya karena tidak ada yang paling dicintai hati selain Pencipta dan Pengaturnya; Dialah sesembahannya yang diibadahi, Walinya, Rabb-nya, Pengaturnya, Pemberi rizkinya, yang mematikan dan menghidupkannya. Maka dengan mencintai Allah Subhannahu wa Ta’ala akan menenteramkan hati, menghidupkan ruh, kebaikan bagi jiwa menguatkan hati dan menyinari akal dan menyenangkan pandangan, dan menjadi kayalah batin. Maka tidak ada yang lebih nikmat dan lebih segalanya bagi hati yang bersih, bagi ruh yang baik dan bagi akal yang suci daripada mencintai Allah dan rindu untuk bertemu dengan-Nya.

Kalau hati sudah merasakan manisnya cinta kepada Allah maka hal itu tidak akan terkalahkan dengan mencintai dan menyenangi selain-Nya. Dan setiap kali bertambah kecintaannya maka akan bertambah pula pengham-baan, ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan membebaskan diri dari penghambaan, ketundukan ketaatan kepada selain-Nya.”(Ighatsatul-Lahfan, hal 567)

ORANG-ORANG YANG DICINTAI ALLAH Subhannahu wa Ta’ala

Allah Subhannahu wa Ta’ala mencintai dan dicintai. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman di dalam surat Al-Ma’idah: 54, yang artinya: “Maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.”

Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta’ala :

* Attawabun (orang-orang yang bertau-bat), Al-Mutathahhirun (suka bersuci), Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun (suka berbuat baik) Shabirun (bersa-bar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-Muqsithun (berbuat adil).

* Orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan mereka satu bangunan yang kokoh.

* Orang yang berkasih-sayang, lembut kepada orang mukmin.

* Orang yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di hadapan orang-orang kafir.

* Orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah.

* Orang yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.

* Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah wajib.

SEBAB-SEBAB UNTUK MENDAPATKAN CINTA ALLAH Subhannahu wa Ta’ala

* Membaca Al-Qur’an dengan memikir-kan dan memahami maknanya.

* Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.

* Selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta’ala , baik de-ngan lisan, hati maupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.

* Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta’ala daripada dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.

* Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat Allah.

* Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.

* Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.

* Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di saat Allah turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur’an , merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.

* Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para ulama dan da’i, mendengar-kan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembica-raan yang baik.

* Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat Allah Subhannahu wa Ta’ala .

(Disadur dari kalimat mutanawwi’ah fi abwab mutafarriqah karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd oleh Abu Muhammad/alsofwah).

sumber: http://www.kajianislam.net/modules/wordpress/2010/06/05/cinta-dan-mencintai-allah-2/#more-923