RASULULLAH DAI KEPADA TAUHID

on Jumat, 09 Juli 2010

RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM DAI KEPADA TAUHID

Penulis: Al Ustadz Jafar Salih


Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata. Tetapi tanpa bimbingan-Nya mereka tidak mampu merealisasikan ibadah ini sebagaimana yang diinginkan oleh Rabb mereka. Sehingga kita mengenal dari kisah-kisah ummat terdahulu ummat-ummat yang menyembah benda-benda langit seperti matahari, bulan dan bintang atau menyembah api atau patung dan lain sebagainya.
Dan di antara kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada hamba-Nya, Dia tidak membiarkan hamba-Nya tersesat dalam urusan besar ini. Oleh karena itu diutuslah kepada mereka para nabi dan rasul yang mengajak manusia untuk kembali kepada fitrah mereka yaitu peribadatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata dan juga untuk menjelaskan rincian dan pelaksanaan ibadah yang diridha’i oleh Rabb mereka Azza wa Jalla. Di antara mereka ada yang taat dan di antara mereka ada yang ingkar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya (para rasul), yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertaqwa kepada-Ku". (Qs. An-Nahl: 2)
“Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya, maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman”. (Qs. Al Mukminun: 44)
Maka diutusnya para nabi dan rasul adalah dalam rangka menegakkan tauhid dan memerangi kesyirikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dan Nabi kita sendiri telah menunaikan hal ini dengan sebaik-baiknya. Kehidupannya selama di Makkah dan Madinah seluruhnya adalah dalam rangka mengajak ummat manusia kepada tauhid dan memerangi kesyirikan kepada Allah. Dan hal ini terus berlangsung sampai Allah Subhanahu Wa Ta'ala mewafatkan beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Maka siapa saja yang memperhatikan perjalanan dakwah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam akan mendapati bagaimana gigihnya beliau dalam menanamkan tauhid ke dada para shahabatnya Rhadiyallahu 'Anhum. Beliau memotivasi dan memberi peringatan, memerintah dan melarang, mengajak dan mengingkari. Sampai-sampai sebuah ucapan yang tidak dimaksudkan padanya kesyirikan sekali pun, beliau memperingatkannya, hal ini beliau tempuh dalam rangka menutup celah-celah yang dikhawatirkan bisa mengantarkan kepada kesyirikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang bagus dari Abdullah bin Asy-Syikhkhir Rhadiyallahu 'Anhu ia berkata: Saya datang bersama rombongan Bani Amir menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Kami mengatakan: “Engkaulah sayyid kami”. Maka Rasululllah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: “As-Sayyid adalah Allah.”
Di sini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak melarang mereka dari mengatakan “Engkau sayyiduna (sayyid kami)” karena setelah itu beliau mengatakan: “Katakanlah dengan perkataan kalian atau sebagiannya tapi (hati-hati) jangan sampai kalian diseret oleh syaithan.” Di sini semata-mata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam hanya mewanti-wanti jangan sampai syaithan menyeret ucapan manusia kepada hal-hal yang terlarang. Hal ini beliau lakukan dalam rangka menjaga pagar-pagar tauhid dari hal-hal yang merusaknya.

Dan di dalam sunan An-Nasa’i beliau meriwayatkan dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu 'Anhu bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam: “Ini berkat kehendak Allah dan kehendakmu.” Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: “Apa kamu ingin menjadikanku tandingan bagi Allah?! Bahkan (yang benar) “Ini berkat kehendak Allah semata.”
Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam membimbing shahabatnya kepada satu ucapan yang menutup celah kepada kesyirikan, karena mengangungkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan ucapan yang memposisikannya setara dengan Allah adalah kesyirikan. Apabila yang mengucapkannya meyakini persamaan itu maka hukumnya syirik besar dan apabila tidak demikian maka syirik kecil.

Dan di dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim keduanya meriwayatkan dari Jarir bin Abdillah Rhadiyallahu 'Anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepadaku: “Tidakkah engkau melegakanku dari Dzilkhalasah?!

Dan Dzilkhalasah adalah sebuah bangunan milik kabilah Khats’am dan Bajilah di Yaman dan di dalamnya terdapat monumen yang diibadahi selain Allah. Maka ketika itu Jarir Rhadiyallahu 'Anhu berangkat disertai 150 orang penunggang kuda dari Ahmas dan mereka pun berhasil menghancurkan Dzilkhalasah. Kemudian ia (Jarir Rhadiyallahu 'Anhu) mengutus Abu Artha’ah untuk menyampaikan berita gembira ini kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Lalu beliau pun mendoakan keberkahan kepada Ahmas dan para penunggangnya lima kali.
Peristiwa ini terjadi pada masa kejayaan Islam, dan pada waktu itu tauhid telah tertanam dengan kokoh di dalam dada-dada para shahabat Rhadiyallahu 'Anhum. Hal ini menandakan kegigihan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam mendakwahkan tauhid dan memerangi kesyirikan dan bahwasanya tidak ada yang paling membuat letih hati Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam daripada masih adanya peribadahan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan hal ini tersingkap jelas pada ucapan beliau: “Tidakkah engkau melegakanku” karena yang dimaksud dengan kelegaan di sini adalah kelegaan hati.”

Hadits-hadits di atas hanyalah sedikit dari potret kehidupan dan dakwah Nabi kita Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang penuh dengan perjuangan dalam menegakkan tauhid dan memerangi kesyirikan. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menganugrahkan kepada kita semua kekuatan dalam meneladani beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Amin.


Sumber :http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=442

0 komentar:

Posting Komentar