HATI-HATI RIBA MENGANCAMMU...!!!

on Sabtu, 17 Oktober 2009

Oleh: Abu Umair

Alhamdulillah wahdahu wasshalaatu wassalaam ’ala man laa nabiyya ba’da.

Wahai pembaca yang budiman, di masa yang serba sulit ini, banyak diantara orang-orang terutama kaum muslimin mencari cara dan jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun disayangkan, banyak di antara kita kurang memperhatikan dan sangat meremehkan tentang darimana hasil yang kita peroleh untuk menghidupi keluarganya. Kita kadang-kadang tak peduli apakah hasil kerja kita berasal dari usaha yang halal atau yang haram. Pada hal kondisi ini sudah pernah dikabarkan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wassalam tentang tidak pedulinya lagi orang tentang darimana hasil usahanya, sebagaimana sabda Nabi: ” Sungguh akan datang suatu masa, dimana seseorang tidak peduli terhadap harta diperolehnya, apakah dari sumber yang halal ataukah yang haram.” (HR. Al-Bukhari)
Sampai-sampai yang cukup menyedihkan adalah mereka bermudah-mudah dalam bermuamalah dengan perkara yang haram baik dari hasil mencuri, menipu, korupsi, makan harta anak yatim dan hasil riba. Yang menjadi pembahasan kali ini adalah perkara RIBA.
Riba dari segi bahasa berarti bertambah, tumbuh, tinggi dan naik. Adapun secara syara’, ada defenisi ringkas dan bagus yang diberikan oleh Al-’Allamah Al-faqih Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarah Bulughal Mahram, bahwa riba adalah penambahan pada dua perkara yang diharamkan dalam syariat adanya tafadhul (penambahan) antara keduanya dengan ganti (bayaran), dan adanya ta’khir (tempo) dalam menerima sesuatu yang disyaratkan qabdh (serah terima di tempat). (Syarah Buyu’, hal. 124)
Riba merupakan suatu perbuatan dzolim yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan Allah dan Rasul-Nya menyerukan ’Perang’ terhadap pelaku riba. Rezeki dari hasil riba sangat menyengsarakan diri sendiri (pelakunya) dan orang lain. Allah Ta’ala melarang perbuatan riba dan akan memerangi pelakunya serta memberikan adzab yang pedih terhadap mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 278-279)
Adapun hukum riba dengan segala bentuknya adalah HARAM dan termasuk dosa besar, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-baqarah: 275)
Kemudian sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wassalam: ”Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan-diantaranya-memakan riba” (HR. Muttafaqun ’alaih dari riwayat Abu Hurairah) dan sabda Nabi: ”Semoga Allah melaknat pemakan riba” (HR. Al Bukhari dari riwayat Abu Juhaifah). Kemudian dalam hadits Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah melaknat orang yang makan hasil riba, yang memberi makan dengannya (orang lain dengan riba), penulisnya dan dua saksinya, lalu Nabi berkata ”Mereka itu sama” (Sama terlarangnya dan dosanya-pen)
Tersebarnya perbuatan riba dan perzinaan di sebuah daerah akan menjadi penyebab turunnya adzab dari Allah Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wassalam bersabda:”Apabila telah nampak zina dan riba di sebuah kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka untuk mendapatkan adzab Allah Ta’ala”. (HR.Al-Hakim, ath-Thabrani, dishahihkan Imam Al-Albani dalam Shahih al-jami’ no. 679)
Begitu juga dahsyatnya adzab bagi pemakan hasil riba kelak di akhirat yang mana mereka dimasukkan ke dalam neraka jahannam dan juga mereka akan mendapat azab yang berat sebagaimana hadits Samurah bin Jundab yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, bahwa sesungguhnya orang yang makan hasil riba dihukum dengan berenang di sungai merah (darah) dan dilempar dengan batu ke mulutnya saat orang itu menuju ke tepi sungai sehingga dia tetap berenang di tengah sungai darah, wal’iyadzubillah
Telah nampaknya dengan jelas bahwa orang yang mengambil riba adalah perkara yang sangat berbahaya dan akan mendapat ancaman yang sangat dahsyat serta jiwanya tidak akan tenteram seperti orang kemasukan syaitan atau gila. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 275:
”Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa akibat buruk atau hukuman yang diperoleh pelaku riba adalah 1) Dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti seperti orang gila karena kerasukan setan; 2) Diancam kekal dalam neraka; 3) Harta yang diperoleh dari riba akan dihilangkan barakahnya; 4) Allah Ta’ala tidak mencintai orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa (riba); 5) Mendapatkan permusuhan dari dan siap berperang dengan Allah Ta’ala serta Rasul-Nya.
Besarnya dosa dan ancaman yang keras bagi orang yang melakukan riba baik disengaja maupun tak disengaja (darurat). Oleh karena itu, janganlah kita menghindar dari hukum Allah Ta’ala dengan berbagai cara dan alasan demi urusan perut, dan hawa nafsu sesaat. Karena banyak orang di jaman sekarang berusaha mencari alasan padahal telah jelas al-haq (kebenaran) dihadapannya. Demi urusan keduniaan dan hawa nafsu, mereka rela menceburkan diri dalam belenggu riba. Mereka rela bermuamalah baik itu utang-piutang, berdagang (jual-beli) dengan cara riba.
Riba terbagi dari beberapa macam, diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Riba Dain (Riba dalam Hutang-Piutang)
Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyyah, sebab riba jenis ini terjadi pada jaman jahiliyyah. Riba jahiliyyah ini terbagi 2 bentuk, yaitu:
a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar hutangnya/tambah nominalnya dengan mundur tempo)
Misal: Si A hutang Rp 1 Juta kepada si B dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “bayar hutangmu”. Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp 1,1 Juta.” Demikian seterusnya.
Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah (melipat gandakan uang). Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (QS. Ali-Imran;130)
b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad (perjanjian)
Misal: Si A hendak berhutang kepada si B. Maka si B berkata di awal perjanjian:”Saya hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo 1 bulan, dengan bunga 10 % jadi pembayaran Rp 1,1 juta”.
Riba kedua ini adalah riba yang paling besar dosanya dan sangat tampak kerusakannya. Riba ini sering terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah “Menganakkan uang”.
Yang termasuk riba dalam jenis adalah riba qardh (riba dalam pinjam meminjam). Gambarannya, seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat mengembalikan dengan yang lebih baik atau lebih banyak. Misal: Si A meminjamkan buku kepada si B seharga Rp. 1000 dengan syarat si B akan mengembalikan dengan buku yang seharga Rp. 5000, atau meminjamkan uang seharga Rp. 100.000,- dan akan dikembalikan Rp.110.000,- saat jatuh tempo.
Ringkasnya, setiap pinjam meminjaman yang mendatangkan keuntungan adalah riba, dengan argumentasi yaitu 1) Bahwa riba ini termasuk riba jahiliyyah yang diharamkan berdasarkan Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma’ ulama; 2) Berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib, bahwa nabi bersabda: “Setiap pinjaman yang membawa keuntungan adalah riba”, hadits ini dhaif (lemah), karena dalam sanadnya ada perawi Sawwar bin Mush’ab, dia ini matruk (ditinggalkan haditsnya). Lihat Irwa’ul Ghalil (5/235-236 no. 1398). Namun para ulama sepakat sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Abdil Barr dan para ulama lainnya menyatakan haram praktek riba tersebut; 3) Pinjaman yang dipersyaratkan adanya keuntungan sangat bertentangan dengan maksud dan tujuan mulia dari pinjam meminjam yang islami yaitu membantu, mengasihi, dan berbuat baik kepada saudaranya yang membutuhkan pertolongan.
Banyak sekali praktek riba yang beredar di masyarakat kita, bahkan difasilitasi oleh pemerintah, padahal telah jelas keharamannya dan laknat Allah Ta’ala dan Rasul-Nya bagi pelaku riba. Ada beberapa contoh lain dari praktek riba yaitu dengan cara (sistem) memberikan pinjaman kepada seseorang dengan sejumlah uang tanpa bunga untuk modal usaha dengan syarat pihak yang meminjami mendapatkan prosentase dari laba usaha dari si peminjam dan hutang tetap dikembalikan secara utuh, atau memberikan sejumlah uang kepada seseorang untuk modal usaha dengan syarat setiap bulannya, pihak yang meminjami mendapatkan uang-misal Rp 1juta- dari si peminjam, tak peduliusahanya untung atau rugi.
Sistem ini yang banyak terjadi pada koperasi, BMT, bahkan bank-bank syariah pun menerapkan sistem ini dengan istilah mudharabah (bagi hasil). Pada hal Mudharabah yang syar’i misalnya seseorang memberikan modal Rp.10 Juta untuk modal usaha dengan ketentuan pemodal mendapatkan 50% atau, 40%, 30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil usaha. Bila menghasilkan laba maka dia mendapatkannya, dan bila ternyata rugi maka kerugian itu ditanggung bersama (loss and profit sharing). Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah dengan Yahudi Khaibar. Wallahul muwaffiq.
Termasuk contoh riba sejenis adalah mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan, misal: si A meminjam uang Rp 10 juta kepada si B (pengadaian) dengan menggadaikan sawahnya seluas 0,5 Ha. Lalu pihak pegadaian memanfaatkan sawah tersebut, mengambil hasilnya, dan apa yang ada di dalamnya sampai si A bisa mengembalikan hutangnya. Tindakan tersebut termasuk riba. Begitu juga dengan contoh berikut yang termasuk praktek riba: si A meminjam uang kepada si B dengan anggunan (barang yang digadaikan sebagai jaminan), lalu si B memberi pinjaman dengan syarat dengan bunga 15 % setiap bulan dalam tempo yang disepakati mereka.

b. Riba Fadhl (Riba Khafi/samar)
Artinya, adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’I adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Namun pendapat yang rajih (kuat) tanpa ragu adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah haram dengan dalil yang sangat banyak. Salah satunya adalah hadits Utsman bin Affan riwayat Muslim: “Jangan kalian menjual satu dinar (emas) dengan dua dinar, jangan pula satu dirham (perak) dengan dua dirham”. Juga hadits yang semakna, diantaranya hadits Abu Sa’id al Khudri riwayat Muttafaq’alaih, hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit riwayat Muslim, begitu juga hadits Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Bakrah, Ma’mar bin Abdillah dan lain-lain dalam Ash-Shahihain atau salah satunya. Dari hadits-hadits tersebut diketahui bahwa ada 6 jenis barang saja yang terkena hukum riba berdasarkan hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit riwayat Muslim, yaitu emas, perak, Burr (suatu jenis gandum), Sya’ir (suatu jenis gandum), kurma, garam, inilah pendapat yang rajih (pendapat Azh-Zhahiriyyah dan sepaham dengannya) dari ikhtilaf ulama’. -wallahu a’lam-. Tambahan: tidak ada riba pada jenis barang yang berbeda misalnya: diperbolehkan jual beli emas dengan perak, dengan selisih harga dengan syarat dilakukan secara kontan, atau cara salam (pembayaran didahulukan, sedangkan penyerahan barang ditunda sampai waktu yang ditentukan ) -Wallahu a’lam-

c. Riba Nasi’ah (Riba Jali/jelas)
Yaitu, adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Misal: beli emas dengan menukar emas juga yang serah terimanya tidak ditempat tapi dengan adanya tempo waktu.
Riba fadhl dan riba nasi’ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual-beli). Riba ini hukumnya haram berdasarkan hadits Usamah bin Zaid, bahwa Nabi bersabda: ”Sesungguhnya riba itu hanya pada nasi’ah (tempo).”

Masih banyak lagi bentuk-bentuk riba yang terjadi di masyarakat, yang tidak ada ruang untuk menjelaskannya. Tugas kita sekarang terhadap praktek riba adalah meninggalkan dan menghindari semua jenis riba dan jangan menunda-nunda untuk lepas dari dosa riba tersebut, selagi pintu tobat masih terbuka dan nyawa kita belum dicabut malaikat maut. Maka bersegeralah menuju ampunan Allah Al-Ghaffar.
Wahai para orang kaya (mampu ekonomi), bersedekahlah dan berilah bantuan kepada saudara-saudaramu yang kurang mampu dalam melepaskan beban kesulitan penghidupannya atau lagi mendapat musibah. Sungguh, mereka adalah saudara-saudara kita yang dipersatukan oleh Allah Ta’ala dalam keimanan. ”Apakah kita rela melihat saudara kita menderita dan terjerat riba, sedangkan kalian (orang kaya) mampu untuk membantunya?” ingatlah firman Allah Ta’ala:
”Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Mulailah hidup dengan hemat, sederhana, tawadhu’ (rendah hati), wara’ (kehati-hatian) dan bersegera dalam beribadah kepada Allah serta tunaikanlah hak-hak orang lain supaya kita terbebas dari penyakit riba. Janganlah kita mengikuti hawa nafsu, seperti pingin ini, pingin itu padahal kita tidak mampu mencukupinya. Selamatkan dirimu dan keluargamu dari bahaya riba dan siksa api neraka, sebagaimana yang diingatkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya: ” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras...” (QS.At-Tahrim: 6)
Ingatlah kata-kata bijak ini: ”Lebih baik miskin dengan hasil kerja yang halal daripada kaya dari hasil kerja yang haram” Wallahu Ta’ala a’lam bishshowab

(Maraji’: Diringkas dari Majalah Asy-Syariah Vol. III/no.28/1428H/2007M hal. 12-38, Al-Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Al-Kabair karya Imam Adz-Dzahabi dan referensi2 yang shohih dan terpercaya)

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-5 Tahun I: Rajab 1430 H/ Juni 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

0 komentar:

Posting Komentar