MARI BERTAUHID & JAUHI SYIRIK

on Sabtu, 17 Oktober 2009

Oleh: Abu Umair

Alhamdulillah wahdahu wasshalaatu wassalaam ’ala man laa nabiyya ba’da.

Wahai pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, mari sejenak kita mengintropeksi diri, sampai sejauh mana kita mengenal diri kita sendiri? Apa tujuan kita diciptakan oleh Allah Ta’ala? Apa kewajiban kita di dunia ini? Sudahkah kita mengenal Rabb kita? Inilah pertanyaan yang perlu dijawab oleh seorang muslim, agar mereka mengerti arti sebuah kehidupan. Walhasil untuk keselamatan kita juga di dunia dan di akhirat.
Dalam kehidupan beragama, kita perlu mengetahui tingkat kekokohan aqidah seorang muslim, supaya kita mengerti bahwa kita beragama Islam tidak hanya simbol belaka (’Islam KTP’ atau ’Islam keturunan’) atau pengakuan manis di mulut saja. Namun perlu bukti nyata, baik itu ucapan, keyakinan dan amalan. Oleh karena itu, kita perlu belajar dan mengenal pokok dasar beragama yaitu aqidah atau tauhid. Supaya kita bisa membedakan mana yang kebenaran (al-haq) dan kejelekan (al-Bathil), tidak mencampurkan aqidah yang murni kita (al-Islam) dengan aqidah atau ajaran agama selain Islam, serta sebagai alasan/pengakuan disaat kita akan dimintai pertanggung-jawaban dihadapan Allah ’Azza wa Jalla di hari akhir kelak.

Tujuan Diciptakannya Manusia
Tak jarang dari umat manusia yang belum memahami dengan sebenarnya akan hakekat keberadaannya di muka bumi ini. Sebagian mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah proses alamiah untuk menuju kematian. Sehingga hidup ini tak ubahnya hanyalah makan, minum, tidur, beraktifitas dan mati, lalu selesai! Tanpa adanya pertanggungjawaban amal di hari kiamat kelak. Allah Ta’ala, Pencipta semesta alam mengingkari anggapan batil ini dengan firman-Nya (artinya):
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, (sebagian) kami ada yang mati dan sebagian lagi ada yang hidup (lahir). Dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa.” Mereka sekali-kali tidak mengerti tentang hal itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah: 24)

Bila demikian keadaannya, lalu apa tujuan diciptakannya kita di muka bumi ini?
Para pembaca, sesungguhnya keberadaan kita di muka bumi ini tidaklah sia-sia belaka. Allah berfirman (artinya):
“Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia belaka?” (QS. Al Mu’minun: 115)
Bahkan dengan tegas Allah Ta’ala menyatakan (artinya): “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (mengesakan ibadahnya) kepada-Ku, Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat” (QS. Adz Dzariyat: 56-58)
Tentunya, ibadah di sini hanyalah berhak diberikan kepada Allah semata, karena Dia-lah satu-satunya Pencipta kita dan seluruh alam semesta ini. Allah berfirman (artinya): “Hai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 21-22). Demikianlah hikmah dan tujuan penciptaan kita di muka bumi ini.

Makna Ibadah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ibadah adalah suatu nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik yang dhahir maupun batin.”
Asal ibadah adalah ketundukan dan perendahan diri. Suatu ibadah tidaklah dikatakan ibadah sampai pelakunya bertauhid yaitu mengikhlaskan peribadatan hanya kepada Allah dan meniadakan segala sesembahan kepada selain Allah Ta’ala. Atas dasar itu Abdullah ibnu Abbas berkata: “Makna beribadah kepada Allah adalah tauhidullah (yaitu mengesakan peribadahan hanya kepada Allah).
Itulah realisasi dari kalimat tauhid Lailaha Ilallah merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekuensi yang amat besar. Oleh karena itu, Allah gelari kalimat ini dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus), sebagaimana dalam firman-Nya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (segala apa yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 256)

Dakwah Tauhid Adalah Misi Utama Yang Diemban Para Rasul

Tujuan pokok diutusnya para Rasul adalah menyeru umat manusia agar beribadah hanya kepada Allah semata, dan melarang dari peribadatan kepada selain-Nya, sebagaimana Allah berfirman (artinya): “Sungguh tidaklah Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia kecuali untuk menyerukan: “Beribadalah kalian kepada Allah saja dan tinggalkan thaghut (yakni sesembahan selain Allah).” (QS. An Nahl: 36) dan dalil yang serupa QS. Al Anbiya’: 25
Nabi Nuh ’Alaihisalam sebagai seorang rasul pertama mengajak umatnya kepada tauhid selama 950 tahun. Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam selama 13 tahun tinggal di Mekkah menyeru umatnya kepada tauhid dan dilanjutkan di Madinah (10 tahun), sampai-sampai menjelang wafat pun beliau tetap mewanti-wanti tentang pentingnya tauhid
Ketika para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R. At Tirmidzi)

Tauhid merupakan sumber keamanan
Sebagaimana firman Allah Ta’ala (artinya): “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kedhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am: 82)

Orang yang tauhidnya benar pasti akan masuk Al Jannah
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: “Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk surga.” (H.R. Muslim)

Bagaimanakah Bahaya Syirik ?
Syirik merupakan lawan dari tauhid. Kalau tauhid mengandung makna menunggalkan Allah Ta’ala dalam hal ibadah, maka syirik mengandung makna menyekutukan Allah Ta’ala dalam hal ibadah, baik itu berupa berdoa selain-Nya, nadzar, penyembelihan hewan, percaya terhadap tukang ramal, dukun/paranormal, jimat-jimat, ikut serta memperingati acara kesyirikan/agama kafir, bersumpah dan ibadah lainnya. Di saat tauhid mempunyai banyak keutamaan maka sebaliknya syirik pun sangat berbahaya dan mempunyai banyak mudharat. Di antaranya adalah:

1. Kesyirikan adalah kedhaliman yang besar
Firman Allah Ta’ala (artinya): “Sesungguhnya kesyirikan adalah kedhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
2. Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48 & 116)
3. Kesyirikan penyebab terpecah belahnya umat
Firman Allah Ta’ala (artinya): “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar Ruum: 31-32)
4. Orang yang meninggal dunia dalam keadaan musyrik akan masuk neraka dan kekal di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dhalim.” (Al Maidah: 72)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda: “Barangsiapa meninggal dunia dan dia berdo’a kepada selain Allah niscaya dia masuk neraka.” (HR. Al Bukhari)


Marilah kita bertauhid dan bertobat dari perbuatan kesyirikan baik yang samar maupun yang nyata serta sudah pernah kita lakukan. Semoga Allah menjauhkan kita semua dari kesyirikan, dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid, dan para penghuni jannah (surga)-Nya. Amin…Renungkanlah!!! Wallahu a’lam bishshowab.

(Maraji’: Dinukil dari referensi-referensi Islam yang shohih dan terpercaya)

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-4 Tahun I: Jumadil Akhir 1430 H/ Juni 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

0 komentar:

Posting Komentar