MENGENAL SUNNAH DALAM ADZAN & IQOMAH

on Sabtu, 17 Oktober 2009

Oleh: Abu Umair



Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa manwalah.

Ikhwah fillah Rahimakumullah, Allah ‘Azza Wa Jalla dan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wassalam menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menyebarkan syiar Islam. Salah satu syiar Islam yang agung itu adalah Adzan dan iqomah. Tidaklah dikatakan suatu negara itu adalah negara Islam, apabila di suatu negara tidak dikumandangkan adzan. Jadi pembeda antara negara Islam dengan negara kafir adalah adanya suara adzan. Inilah yang diperintahkan Rasulullah kepada para shahabatnya sebelum memerangi / menguasai suatu daerah supaya melihat apakah daerah tersebut terdengar adzan atau tidak. Oleh karena itu, Adzan dan iqomah adalah dua perkara sunnah yang wajib dilakukan sebelum melakukan sholat fardhu, karena Rasulullah bersabda, “Jika waktu sholat tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan untuk kalian, dan hendaklah orang paling tua di antara kalian mengimami kalian” (HR. Muttafaq ’Alaih)
Adzan dari segi bahasa bermaksud i’lam yaitu pengumuman, pemberitahuan. Adapun dari segi syara‘ diartikan sebagai suatu seruan atau pemberitahuan datangnya waktu sholat dengan menyebut lafadz-lafadz yang khusus. Sedangkan, Iqomah bermaksud seruan tertentu untuk menandai akan dimulainya sholat.
Hukum adzan dan iqomah menurut pendapat yang rajih (kuat) adalah fardhu kifayah bagi penduduk kota maupun desa, baik dilakukan secara berjama‘ah, bersendirian atau musafir. Adzan dan iqomah disunnahkan untuk dikumandangkan oleh kaum laki-laki. Adapun bagi kaum wanita, disunnahkan melakukan iqomah saja, bukan adzan karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah dengan meninggikan suara mereka. Wallahu a’lam
Adapun keutamaan adzan dan para muadzin cukuplah banyak diantaranya yaitu (1) Saat diserukan adzan dan iqomah, setan pada pergi (HR. Bukhari no.608 & Muslim no. 1267); (2) besar pahalanya (HR. Bukhari no.615 & Muslim no. 980); (3) Para muadzin adalah orang paling panjang lehernya di hari kiamat (HR. Muslim no. 850); (4) Yang mendengar adzan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin di hari kiamat (HR. Bukhari no.609); (5) Diampuninya dosa para muadzin (HR. Ahmad 2/136); (6) Muadzin diatas fitrah (HR. Ahmad 1/407-408); (7) dan lain-lain.
Mengenai bentuk-bentuk lafadz adzan ada bermacam-macam berdasarkan hadits-hadits yang shohih, salah satu bentuk lafadz adzan yang banyak diucapkan oleh muadzin di negeri kita adalah berasal dari hadits Abdullah bin Zaid sebagai berikut:

(HR. Ahmad, Ashabus Sunan kecuali An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Al-Bukhari, Ibnu Khuzaimah, hadits ini shahih)
Lafadz adzan ini merupakan adzan orang-orang Kufah, dan merupakan pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, dan Ahmad dalam satu sebagaimana hikayat Al-Khiraqi (Al-Majmu’ 3/102 lihat Majalah Asy-Syariah Vol. V/No. 49/1430 H/2009M). Lafadz adzan ini pun terdiri dari lima belas kalimat dan diucapkan sebanyak dua kali bagi setiap lafaz kecuali takbir pada awal adzan disebut sebanyak empat kali dan lafaz kalimat tauhid hanya sekali saja. Pada adzan subuh pula ditambah kalimat sebanyak dua kali setelah lafadz yang kedua kali.

Ada pun syarat-syarat sah untuk adzan dan iqomah adalah (1) Masuk waktu sholat kecuali waktu Subuh karena mempunyai dua adzan. Adzan pertama dikumandangkan sebelum masuk waktu yaitu mulai muncul waktu subuh setelah berlalu separuh malam terakhir dan dilanjutkan adzan kedua saat masuk waktu subuh (fajar shadiq/nyata) → mengenai adzan subuh terjadi khilaf ulama’, Allahu a’lam; (2) Hendaklah dengan bahasa Arab; (3) Adzan dan Iqamah hendaklah dinyaringkan suaranya untuk sholat berjama‘ah; (4) Tertib dan muwalat di antara lafadz adzan dan iqamah; (5) Adzan seharusnya dilakukan oleh seorang saja; (6) Orang yang mengumandangkan adzan hendaklah seorang lelaki muslim yang berakal.

Kemudian syarat yang perlu diperhatikan oleh para muadzin adalah Muadzin disunnahkan yaitu bersuci dari hadats kecil atau hadats besar, orang jujur, suaranya keras, mengetahui waktu-waktu sholat, adzan menghadap kiblat, mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi seperti menara atau selainnya kecuali menggunakan pembesar suara, memasukkan jari-jari kedua tangannya ke kedua telinganya ketika adzan dengan tujuan untuk meninggikan suara, serta menoleh ke kanan ketika mengatakan: , dan menoleh ke kiri ketika mengatakan: dalam keadaan dada tetap ke depan, dan tidak mengambil upah dari adzannya kecuali diberi dari kas negara atau dana wakaf.

Sekarang kita akan membahas sunnah-sunnah yang berkaitan dengan adzan dan kesalahan yang terjadi pada adzan dikebanyakkan dilakukan oleh mu’adzin. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan adzan ada lima: seperti yang disebutkan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam Kitabnya Zaadul Ma’ad sebagai berikut:

[1]. Sunnah bagi orang yang mendengar adzan diam dan menirukan apa yang diucapkan mu’adzin kecuali dalam lafadz:
"Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah" "Hayya 'alal falaah, Hayya 'alal falaah" . Maka ketika mendengar lafadz itu maka dijawab dengan lafad: "Laa hawla walaa quwwata illa billahi" ”Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah "[HR. Al-Bukhari dan Muslim ]
Faedah Dari Sunnah Tersebut: ”Sesungguhnya (sunnah tersebut (yaitu menjawab adzan) akan menjadi sebab engkau masuk surga, seperti dalil yang tercantum dalam Shahih Muslim (no. 385. Pent)

[2]. Setelah muadzin selesai mengumandangnkan adzan, maka yang mendengarnya mengucapkan:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا
”Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya. Aku ridho kepada Allah sebagai Rabb dan Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agama(ku)” [HR. Muslim 1/240 no. 386]
Faedah dari sunnah tersebut : Dosa-dosa akan diampuni sebagaimana apa yang terkandung dalam makna hadits itu sendiri.

[3]. Membaca Shalawat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wassalam setelah selesai menjawab adzan dari muadzin dan menyempurnakan shalawatnya dengan membaca shalawat Ibrahimiyyah dan tidak ada shalawat yang lebih lengkap dari shalawat tersebut.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya lalu bershalawatlah untukku karena sesungguhnya orang yang bershalawat untukku satu kali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali" [HR. Muslim 1/288 no. 384)]
Faedah Dari Sunnah Tersebut : Sedangkan shalawat Ibrahimiyah adalah :
- اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ.
[HR. Bukhari dalam Fathul Baari 6/408, 4/118, 6/27; Muslim 2/16, Ibnu Majah no. 904 dan Ahmad 4/243-244 dan lain-lain dari Ka’ab bin Ujrah]

4]. Mengucapkan doa adzan setelah bershalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ،
"Artinya :Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al-Wasilah (derajat di Surga), dan al-fadhilah kepada Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallm. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati kedudukan terpuji yang Engkau janjikan.” [HR. Bukhary no. 614, Abu Dawud no. 529, At-Tirmidzi no. 211, an-Nasa’I 2/26-27. Ibnu Majah no. 722). Adapun tambahan …
(تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ لاَ إِنَّكَ) Tidak boleh diamalkan/dibaca karena sanad haditsnya lemah. [Lihat Irwa’ul Ghalil 1/260,261]
Faedah Dari Doa Tersebut: Barangsiapa yang mengucapkannya (doa tersebut) maka dia akan memperoleh syafa’at dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[5]. Berdoa untuk dirinya sendiri, dan meminta karunia Allah Ta’ala karena Allah pasti mengabulkan permintaannya.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ”Artinya: Ucapkanlah seperti apa yang mereka (para muadzdzin) ucapkan dan jika engkau telah selesai, mohonlah kepadaNya, niscaya permohonanmu akan diberikan.” [Lihat Shahihul Wabili Shayyib oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly, hal: 183]

SUNNAH-SUNNAH DALAM IQOMAH
Sunnah bagi yang mendengar iqomah untuk menirukan orang yang iqomah kecuali pada lafadz: "Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah" Ketika mendengar lafadz itu, dijawab dengan lafadz: "Laa hawla walaa quwwata illa billahi" ”Artinya : “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" [HR. Muslim no. 385.]
Kemudian ketika ucapan: "Qod qoomatish shalah" Hendaknya menirukannya dan tidak boleh mengucapkan: "Aqoomahaa Allahu wa adaamaha", Karena ucapan itu didasari dari hadits yang dhaif" [Fatawaa Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘lmiyyah wal Ifta’]

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM ADZAN DAN IQOMAH
1. Membaca surah al-Ahzab ayat 56 sebelum adzan
Kesalahan yang banyak dilakukan oleh para muadzin di beberapa masjid di negeri ini yaitu membaca ayat 56 surah al-Ahzab sebelum adzan:
” Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56).
Bacaan ayat Al-Qur’an tersebut sebelum adzan adalah perbuatan bid’ah dhalallah (perkara baru yang buruk) karena tidak ada contoh atau tuntunannya dari Rasulullah, para shahabatnya (terutama para muadzin zaman Nabi), para ulama salafus sholeh lainnya dan juga tidak pernah diajarkan oleh para imam Mahdzab yang empat (Maliki, Hanafi, Hambali, Syafi’i). Justru yang dituntunkan oleh Rasulullah adalah bersholawat setelah adzan dan berdo’a sesudahnya.
2. Tidak mengulang lafadz adzan dan iqomah bersama muadzin
Termasuk kesalahan yang sudah memasyarakat yaitu lengahnya kaum muslimin menjawab atau mengulangi lafadz dari seruan muadzin dan sibuk berbicara dengan lainnya dalam urusan dunia.
Padahal Nabi sangat menganjurkan hal ini dengan sabda beliau: “ Bila kalian mendengar seruan (adzan), maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) →Walaupun hal ini tidak wajib (tidak berdosa bagi yang meninggalkannya) tetapi kita harus beradab terhadap seruan adzan karena sunnah.
3. Tidak bersholawat kepada Nabi setelah adzan
Kebanyakan kaum muslimin lupa akan hak yang teringan dari hak-hak Nabi atas umat beliau, yaitu bershalawat kepada beliau setelah adzan. Nabi bersabda: “Jika kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya. Kemudian ucapkanlah sholawat kepadaku, karena siapa yang mengucapkan sholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali…” (HR. Muslim (2/4) dan At-Tirmidzi (2/282))

4. Tergesa-gesa dalam mengumandangkan iqomah setelah adzan pada waktu sholat maghrib
Kesalahan yang banyak terjadi di masjid-masjid / musholla adalah pada waktu sholat maghrib berjama’ah, muadzin tergesa-gesa dalam mengumandangkan iqomah padahal baru selesai adzan. Sebagian mereka beralasan bahwa waktu maghrib itu singkat, jadi harus segera sholat. Sesungguhnya ini adalah keyakinan dan perbuatan yang salah karena perkara ini menolak suatu kebaikan. Padahal Rasulullah menganjurkan apabila masuk ke masjid hendaknya melakukan sholat Tahiyatul masjid bagi jama’ah yang baru datang ke masjid setelah adzan (sesuai Hadits Nabi yang keluarkan oleh Al-Bukhari no. 444) atau disunnahkan melakukan sholat qabliyah (sebelum) maghrib sesuai sabda Nabi: “Sholatlah kalian sebelum sholat maghrib (3kali), Pada kali ketiga, beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau.” (HR. Al-Bukhari)

5. Menambah kalimat pada do’a setelah adzan: “ Wad Darajatal ‘Aliyatar Rafi’ah…” dan “Ya arhamar Rahimin”
Tambahan lafadz tersebut dalam do’a sesudah adzan tidak ada karena tidak diriwayatkan dalam hadits Nabi yang shahih. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata tentang hal ini: “Kalimat waddarajatur rafi’ah tidak memiliki jalan (riwayat dalam hadits) sedikitpun. Ar-Rafi’I menambahkan di akhir adzan dalam Al-Muharrar dengan lafadz: “Ya Arhamar Rahimin”, lafadz ini juga tidak memiliki jalan sedikitpun.” (Lihat Kitab At-Talkhishul Habir (1/201), Al-Aqashid Al-Hasanah hal.212). Maka langkah yang perlu diambil sebagai seorang muslim yang baik adalah meninggalkan tambahan lafadz tersebut supaya tidak terjerumus dalam perkara bid’ah.

6. Mengulang lafazh adzan di dalam WC
Imam Nawawi Asy-Syafi’I berkata:”Makruh (dibenci) berdzikir kepada Allah Ta’ala atau berbicara sesuatu sebelum keluar darinya (WC), kecuali dalam keadaan darurat. Jika ia bersin, hendaklah bertahmid dengan hatinya dan tidak perlu menggerakkan lidahnya.” (Lihat Kitab RaudhatuAth-Thalibin (1/66))

7. Mengumandangkan adzan dengan radio atau kaset
8. Kesalahan dalam adzan dan melagukannya, sehingga merubah huruf-huruf, harakat-harakat dan sukun-sukun, terkurangi dan bertambah dalam rangka menjaga keserasian lagu.
Semoga Allah merahmati Imam Al-Qurthubi, bahwa ia berkata: “ Hukum muadzin yang memanjangkan adzan adalah tidak boleh melagukannya, sebagaimana yang telah dilaiukan oleh kebanyakan orang-orang bodoh pada hari ini. Bahkan kebanyakan orang awam dalam mengumandangkan adzan telah keluar dari batasan yang disyariatkan. Dalam mengumandangkan nada adzan tersebut mereka melakukan pengulangan-pengulangan dan banyak pemutusan, sehingga apa yang dia serukan tidak bisa dipahami.” (Kitab tafsir Qurthubi (6/230) dan lihat juga Al-Madkhal (3/249), Ad-Dinul Khalish (2/92),)
9. Beriqomah sholat dalam keadaan badan membelakangi Kiblat atau sambil berjalan, seharusnya menghadap arah kiblat dan berdiri dengan diam / tidak berjalan dan masih banyak yang lainnya.
Demikianlah sedikit uraian untuk mengenal sunnah dalam adzan dan iqomah serta kesalahan-kesalahan yang sering terjadi di daerah sekitar kita, semoga kita bisa mengambil faidah dan bisa mengamalkan sunnah dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam bishshowab.

Maraji’ : Diringkas dengan perubahan dari Kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah (Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam) oleh Syaikh Khalid Al-Husainan; Kitab Hisnul Muslim oleh Syaikh Said bin Ali Al Qathani; Kitab Minhajul Muslim oleh Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi; Kitab Al-Qaulul Mubiin fi Akhta’il Mushallin oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman; Kitab Irsyadus Salikin ila Akhtha’i Ba’dhil Mushallin oleh Abu ‘Ammar Mahmud Al-Misri, Majalah Asy-Syariah Vol. V/No. 49/1430 H/2009M.

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-3 Tahun I: Jumadil Akhir 1430 H/ Mei 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

0 komentar:

Posting Komentar