PERNAK-PERNIK SEPUTAR PUASA RAMADHAN

on Minggu, 25 Oktober 2009

Oleh: Tim Redaksi


Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah.

Kaum muslimin Rahimakumullah, Alhamdulillah bulan yang mulia sudah dihadapan kita yaitu bulan suci Ramadhan. Dimana bulan ini adalah bulan yang penuh dengan berkah dan keutamaan serta waktu tepat untuk pensucian diri dari segala dosa. Pada bulan ini pintu Surga dibuka dan pintu Neraka ditutup. Allah subhanahu wa ta’ala telah mensyariatkan dalam bulan tersebut berbagai macam amalan ibadah yang banyak agar manusia semakin mendekatkan diri kepada-Nya terutama ibadah puasa. Akan tetapi sebagian dari kaum muslimin karena kejahilannya terhadap ilmu agama ini, mereka berpaling dari keutamaan ini dan membuat cara-cara baru dalam beribadah (bid’ah). Mereka lupa firman Allah ta’ala, “Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3). Mereka melalaikan ibadah yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya dengan cara menambah-nambahi atau mengurangi. Mereka tidak merasa cukup dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.
Oleh sebab itu pada tulisan ini, kami mencoba menasehati dan menjelaskan kebenaran, bukan untuk membuat fitnah atau perkara negatif lainnya. Tidak ada niat jelek kami sedikitpun selain untuk mengharapkan ridho-Nya Ta’ala dan untuk meninggikan Dienul Islam dengan cara beramar ma’ruf nahi munkar yaitu menerangkan kebenaran (al-haq) dan meluruskan pemahaman yang salah tentang beberapa perkara seputar puasa Ramadhan dan amalan salah (bid’ah) yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin, yaitu amalan-amalan yang dilakukan akan tetapi tidak diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat beliau, semoga dengan mengetahuinya kaum muslimin bisa meninggalkan perbuatan tersebut. Dan supaya amal kita bisa diterima disisi Allah Ta’ala dengan pahala yang besar bukan justru dengan dosa. Mari kita luruskan niat (Ikhlas) dan memperhatikan dengan seksama tentang pernak-pernik di bulan Ramadhan yang akan kita hadapi, sebagai berikut :

1. Mulai dan Berakhirnya Bulan Ramadhan
Beberapa tahun terakhir ini, kita merasakan bahwa kaum muslimin di Indonesia memulai dan mengakhiri bulan Ramadhan tidak secara bersamaan.
Tahukah engkau wahai saudaraku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dan mengakhiri puasanya dengan berpedoman dengan melihat hilal (munculnya bulan). Bila hilal tidak terlihat pun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberitahukan alternatif cara, yaitu dengan cara menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Begitu pula dengan masuknya bulan Syawal. Maka metode baru, yaitu menentukan masuknya bulan Ramadhan dan Syawal dengan hisab (kalender) tidak dapat dibenarkan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan yang sempurna tentang bagaimana menentukan masuk dan berakhirnya bulan Ramadhan. Penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut ada pada hadis berikut ini: “Jika kalian melihat bulan maka berpuasalah, jika kalian melihatnya maka berbukalah, dan jika bulan itu terhalang dari pandangan kalian maka sempurnakan hitungan (Sya’ban) tigapuluh hari.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Alhamdulillah pemerintah kita (Indonesia) dalam menetapkan awal dan berakhirnya Ramadhan dengan metode melihat hilal. Maka turutlah berpuasa dan mengakhiri bulan Ramadhan bersama pemerintah, karena “Puasa itu hari manusia berpuasa dan hari raya itu hari manusia berhari raya.” (HR. At-Tirmidzi)

2. Berziarah Kubur Karena Ramadhan atau Syawal
Saudaraku yang budiman, Tradisi ziarah kubur menjelang atau sesudah ramadhan banyak dilakukan oleh kaum muslimin, bahkan di antara mereka ada yang sampai berlebihan dengan melakukan perbuatan- perbuatan syirik di sana (syirik disini maksudnya penziarah memohon dido’akan dan minta izin untuk berpuasa kepada orang yang sudah mati). Perbuatan ini tidak disyariatkan. Padahal, Ziarah kubur sangat dianjurkan dalam Islam agar kita teringat dengan kematian dan akhirat, supaya meningkatkan keimanan dan beramal sholeh, serta dibolehkan ziarah kapan saja tanpa batas waktu. Akan tetapi mengkhususkannya karena waktu tertentu (menjelang ramadhan atau syawal) tidak ada tuntunannya dari Rasulullah maupun para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.

3. Mengkhususkan Mandi Wajib Menjelang Puasa Ramadhan
Saudaraku yang bijak, mungkin kita sering melakukan mandi besar (mandi belimau-pen) pada satu hari menjelang satu ramadhan dimulai. Mereka berkeyakinan sebelum masuk bulan suci Ramadhan, maka kita harus bersuci dengan mandi besar atau belimau. Perbuatan ini tidak disyariatkan dalam agama ini, yang menjadi syarat untuk melakukan puasa ramadhan adalah niat untuk berpuasa esok pada malam sebelum puasa, dan jika ingin suci diri kita yaitu dengan bertobat kepada Allah, dan saling memohon maaf kepada sesama saudara muslim atau yang lainnya jika ada khilaf dan salah. Adapun mandi junub untuk sebelum puasa Ramadhan tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat Nabi, para tabi’in dan para Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hambal) serta orang-orang sholeh yang mengikuti jalan mereka. Jadi amalan ini tidak boleh dijadikan keyakinan ”wajib” & diamalkan.

4. Menyemarakkan Bulan Ramadhan dengan Mercun dan Kembang Api
Apabila memasuki bulan suci Ramadhan, penjualan mercun dan kembang api mulai menjamur. Namun yang membuat kesal adalah letusan mercun ini menganggu pelaksanaan ibadah sholat kita. Kita perlu ketahui, kebiasaan menyalakan mercun dan kembang api adalah budaya orang kafir. Maka, hukum menyerupai (tasyabbuh) budaya orang kafir itu adalah HARAM. Apalagi sampai menganggu sholat maka lebih terlarang (dosa) lagi. Sebagaimana Sabda Nabi: ”Barangsiapa menyerupai suatu golongan maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, shahih). Nasehat bagi pemerintah tolong amankan peredaran mercun ini dan peringatan bagi orang tua tolong larang anak-anak Anda agar tidak main mercun, agar ibadah dibulan suci kali ini bisa khusyu’, dan tenang.

5. Tata Cara Niat Puasa
Nawaituu….shauma ghodiinn… dst. Itulah niat puasa Ramadhan yang biasa dilafalkan setelah selesai shalat tarawih dan witir, yangmana imam masjid mengomandoi untuk bersama-sama membaca niat untuk melakukan puasa besok harinya. Mungkin mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Hafshoh bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi & Ahmad, dishahihkan oleh al Albani dalam al Irwa’)
Tahukah engkau saudaraku, hadits tersebut memang shahih. Tetapi penerapannya ternyata tidak sebagaimana yang dikerjakan oleh masyarakat sekarang ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melafalkan niat beribadah seperti shalat, puasa dan lainnya. Begitu juga orang-orang shaleh setelah beliau tak pernah menuntunkan berniat dengan diucapkan. Yang sesuai tuntunan adalah berniat untuk melaksanakan puasa pada malam hari sebelumnya cukup dengan meniatkan dalam hati saja, tanpa dilafazkan. Melafazhkan niat tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan. Karena niat adanya di dalam hati bukan diucapkan. Maka cukupkan niatmu untuk berpuasa di dalam hati. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya (dalam hati). Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan” (HR. Mutaffaqun’Alaih)
Sebagian orang ada yang berkeyakinan niat itu wajib di-lafazh-kan (diucapkan) baik sebelum sholat, puasa dan amalan lainnya supaya mantap niatnya serta mereka menyandarkan itu berasal pendapat Imam Syafi’i. Maka kita bantah dengan ucapan para ulama Syafi’iyyah dan para ulama lainnya untuk mematahkan pendapat salah orang-orang masa belakangan ini. Perhatikan Al-Qadhi Abu Rabi’ bin Umar Asy-Syafi’I berkata: “Mengeraskan niat dan membacanya dibelakang imam (niat puasa-pen) bukan bagian dari sunnah bahkan dibenci. Jika perbuatan itu mengacaukan orang-orang yang shalat maka hukumnya haram. Barangsiapa berkata bahwa mengeraskan niat adalah bagian dari sunnah maka dia telah keliru. Tidak halal baginya dan yang lain untuk berbicara tentang Allah tanpa ilmu.”
Berkata Abu Abdillah Muhammad bin Al-Qasim At-Tunisy Al-Maliky: “Niat adalah bagian dari amalan-amalan hati, maka mengeraskannya adalah bid’ah. Disamping itu, mengeraskan niat itu menganggu orang lain yang berada disampingnya.” Begitu pula Imam As-Suyuti berkata: “Diantara bid’ah juga adalah was-was (ragu) dalam menetapkan (melafazhkan) niat sholat (puasa-pen). Hal itu bukanlah perbuatan Nabi dan bukan pula perbuatan shahabatnya.”
Imam asy-Syafi’I berkata: “Was-was (ragu) dalam menetapkan niat (dalam hati) ketika shalat dan bersuci (puasa-pen) adalah bagian dari kebodohan terhadap syariat atau kelemahan akal” (lihat Al-Amru bil ittiba’ dan Al-Qowlul Mubin fi Akhta’il Mushallin, Syaikh Abu Ubaidah Mansyur bin Hasan Salman)
Imam Abul ‘Izzi Al-Hanafi berkata: ”Tidak ada seorang pun dari Imam empat dan tidak juga Asy-Syafi’I dan lainnya yang mengatakan bahwa syarat dari niat itu dengan melafadzkan.”
Imam Nawawy Asy-Syafi’I menjawab pendapat orang yang mewajibkan mengucapkan niat sebelum beribadah, yaitu Beliau berkata: “Dia telah salah dan itu telah didahului oleh kesepakatan (ijma’) sebelumnya.”

6. Imsak, Apakah Sunnah?
Imsak adalah bahasa arab yang berarti “Tahanlah”. Lafal ini biasa dikumandangkan di masjid-masjid sekitar 10 menit sebelum adzan subuh di bulan Ramadhan (bahkan jadwalnya pun biasa beredar dan ditempel di rumah-rumah penduduk). Maksudnya dikumandangkannya lafal imsak ini adalah agar orang-orang mulai menahan diri dari makan dan minum sejak dikumandangkannya pengumuman tersebut.
Tahukah engkau wahai saudaraku, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan dan memberitahukan cara seperti ini. Bahkan sebaliknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa sahur sesaat sebelum terbit fajar. Karena yang menjadi ukuran dimulainya puasa adalah saat terbit fajar. Seperti diceritakan oleh Anas radhiallahu’anhu, ia diceritakan oleh Zaid bin Tsabit radhiallahu’anhu seperti ini, “Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat.” Kemudian Anas pun bertanya kepada Zaid, “Berapa lama antara iqomah (adzan kedua) dan sahur?” Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur’an.” (HR. Al-Bukhari)
Sayangnya yang terjadi, saat-saat setelah imsak biasanya juga melalaikan manusia dari ibadah wajib setelah itu, yaitu shalat subuh. Bagaimana tidak, dalam keadaan terkantuk-kantuk sahur, kemudian harus menunggu sekitar 10 menit untuk ibadah shalat. Alih-alih ternyata 10 menit itu dipergunakan untuk tidur sesaat, dan akhirnya membuat seseorang terlambat shalat subuh. Sungguh, memang sesuatu yang tidak diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun terdapat kebaikan di dalamnya, tetapi mengandung keburukan yang lebih banyak.

7. Do’a Berbuka
Di berbagai media elektronik (TV, Radio), sering diputar lafal do’a ini sesaat setelah adzan Maghrib dikumandangkan. “Allahumma… lakasumtu… wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu… dst.” Tahukah engkau wahai saudaraku, ternyata bukan itu lafal do’a berbuka puasa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sanad hadits ini lemah (Dho’if) sehingga tidak bisa diamalkan. Do’a berbuka puasa yang shohih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
ذهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ الْعُرُقُ وَ ثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَا اللّهَ
Dzahabaz zhama un wabtallatil ’uruqu wa tsabatal ajru insya Allah
“Telah hilang rasa dahaga, telah basah kerongkongan dan mendapat pahala insya Allah.” (HR. Abu Dawud)
Ayo hafalkan sejenak, saudaraku !!!. Supaya bertambah pahala yang kita dapatkan setelah berpuasa seharian karena berdo’a dengan do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan disunnahkan juga memperbanyak do’a saat menjelang berbuka karena saat-saat itu adalah waktu mustajab untuk berdo’a.

8. Bid’ah Berzikir Dengan Keras Setelah Salam Shalat Tarawih
Saudaraku yang dirahmati Allah Ta’ala, coba perhatikan kebiasaan yang banyak terjadi di masjid-masjid di daerah sekitar kita yaitu berzikir dengan suara keras setelah melakukan salam pada setiap selesai dua rakaat shalat tarawih dengan dikomandani oleh satu suara seperti ”Subhanallah Malikul Ma’bud...dst” adalah perbuatan yang tidak disyariatkan. Begitu pula perkataan muazin, “Assholaatu Tarawih Yarhakumullah” dan yang semisal dengan perkataan tersebut ketika hendak melaksanakan shalat tarawih, perbuatan ini juga tidak disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khulaf’ur Rasyidin, tidak pula oleh para sahabat, para tabi’in maupun orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik serta para imam yang empat.
Oleh karena itu hendaklah kita merasa cukup dengan sesuatu yang telah mereka contohkan. Seluruh kebaikan adalah dengan mengikuti jejak mereka dan segala keburukan adalah dengan membuat-buat perkara baru yang tidak ada tuntunannya dari mereka. Ingatlah wasiat Rasulullah tentang peringatan bahaya mengada-ada perkara baru dalam urusan agama dengan sabda Beliau:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
“Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: “siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak. (Diriwayatkan Aisyah Radhiyallahu’anha)

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
”Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat“ (HR. Abu Dawud dan at-Turmuzi, dia berkata: hasan shahih)
Jadi telah jelas bahwa kita apa yang diberikan Rasulullah sudah cukup dan tidak perlu menambah-nambah dan jika seandainya amalan itu baik tentu sudah diajarkan atau dilakukan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan para shalafush-sholeh dari dulu. Makanya kita perlu meninggalkan kebiasaan yang jelek ini walaupun dianggap baik oleh kebanyakan orang. Perhatikan wasiat Imam Malik bin Anas (gurunya Imam Syafi’i) Rahimahullah, berkata: “Barangsiapa yang berbuat satu kebid’ahan di dalam Islam dan dia menganggapnya baik, berarti dia telah menuduh Rasulullah Muhammad telah mengkhianat risalah (syariat). Karena Allah Ta’ala telah menyatakan: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3). Maka apapun yang ketika itu (di zaman Rasulullah dan para shahabatnya) bukanlah sebagai ajaran Islam, maka pada hari ini juga bukan sebagai ajaran Islam.”
Begitu pula Abdullah bin Umar Radhiyallahu’anhuma, berkata: “Semua bid’ah itu adalah sesat meskipun orang menganggapnya baik atau hasanah.” (Al-Ibanah 1/339, Al-Lalikai 1/92)
Saudaraku yang dicintai Allah, apa kita akan menuduh Rasulullah pengkhianat terhadap risalah yang dibawanya sehingga kita berani membuat perkara baru dalam agama ini?? Kalau Anda benar-benar mencintai Rasulullah maka jalankan sunnah Nabi dan tinggalkan segala perbuatan bid’ah. Karena setan lebih menyukai pelaku bid’ah dibanding pelaku maksiat.

9. Bagaimana tentang jumlah sholat antara 11 dan 23 Raka’at?
Jumlah raka’at shalat tarawih di berbagai masjid biasanya berbeda-beda, dan yang masyhur di negara kita kalau tidak 11 raka’at maka biasanya 23 raka’at. Lalu, yang mana yang benar ya?
Tahukah engkau saudaraku, berdasarkan hadits yang diriwayatkan ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat malam melebihi 11 raka’at. Namun, berdasarkan penjelasan ulama, maksud hadits ini bukanlah pembatasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya shalat malam sebanyak 11 raka’at saja. Karena terdapat riwayat shahih lainnya yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam sebanyak 13 raka’at. Jadi, maksud perkataan Aisyah radhiallahu ‘anha adalah yang biasa dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat malam tidak lebih dari 11 raka’at.
Nah, bukan berarti menjalankan shalat tarawih sebanyak 23 raka’at adalah kesalahan Lho..!! Karena di hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa, “Barangsiapa yang mengikuti shalat bersama imam hingga selesai, maka Allah catat untuknya pahala shalat semalam suntuk.” (HR, Ahmad). Tapi kalau kita perpatokan shalat tarawih kita harus (wajib) 20 raka’at tambah 3 raka’at witir, tidak mau menerima tarawih yang 11 raka’at (yang dicontohkan Nabi), ini sungguh kesalahan besar dan yang perlu diketahui bahwa dalil mengenai tarawih berjumlah 20 raka’at banyak disandarkan dari hadits-hadits yang lemah (dho’if) bahkan palsu (maudhu’) ini menurut penjelasan dan tahrij para ulama pakar ilmu hadits.
Dan hadits tentang tata cara shalat malam (tarawih), “Shalat malam itu dengan salam setiap dua raka’at. Jika salah seorang dari kalian takut kedatangan subuh, maka hendaklah ia shalat satu raka’at sebagai witir untuk shalat yang telah ia lakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulannya, jika Anda memilih shalat di masjid yang biasa menjalankan shalat tarawih sebanyak 23 raka’at dengan tenang, tidak terburu-buru (tidak gerak cepat) maka engkau tidak perlu berhenti pulang setelah mendapati 8 raka’at. Ataupun jika shalat sendirian juga tidak mengapa jika ingin memperbanyak shalat 23 raka’at, 39 raka’at atau 41 raka’at. Namun, yang lebih utama (afdhol) adalah melakukannya sebanyak 11 raka’at (2 raka’at 1 salam) sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Tentunya seorang mukmin yang baik dan mencintai sunnah akan mendahulukan yang afdhol.
Inilah beberapa pernak-pernik seputar puasa Ramadhan dan sedikit amalan bid’ah yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, khususnya di negeri kita, semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik dan ilmu yang bermanfaat, sehingga kita bisa meninggalkan perkara-perkara tersebut dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan ini. Semoga dengan yang sedikit ini, kita bisa mengambil manfaat dan bisa mengamalkannya. Wallahu a’lam bis shawab.

(Dinukil dari tulisan Ummu Ziyad, Abu Umair, dan Abu Said Satria Buana di situs http://www.muslim.or.id dan www.muslimah.or.id serta beberapa sumber lainnya yang shohih dan terpercaya )

(Dinukil dari Risalah As-Sunnah. Edisi ke-9 Tahun I: Sya’ban 1430 H/ Agustus 2009 M. Diterbitkan oleh Maktabah Nurussalaf, Terbit setiap 2 kali sebulan, InsyaAllah. Penasehat: Al-Ustadz Mas’ud bin Absor Redaktur: Abu Umair, Khadijah Distributor: Syaifullah, Absor, dll. Alamat Redaksi: Jl. Kecamatan no.27 Bagan Punak, Bagansiapiapi Kab. Rokan Hilir. Telpon: 085278874048)

0 komentar:

Posting Komentar